Spekulasi bunga The Fed mengantar penguatan rupiah ke Rp 14.400-an



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dollar Amerika Serikat yang cenderung melemah dalam perdagangan Senin (26/11) memberikan ruang gerak rupiah untuk menguat.

Berdasarkan Bloomberg, rupiah kembali unjuk gigi dengan menguat 0,47% di level Rp 14.475 per dollar AS. Pada pukul 18.36 WIB, indeks dollar kembali di zona merah terkoreksi sebesar 0,19% ke level 96,7310.

Sedangkan berdasarkan data Jakarta Interspot Dollar Rate (JISDOR), rupiah menguat sangat tipis sebesar 0,01% ke level Rp 14.551 per dollar AS.


Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan, penguatan rupiah lebih dipicu pelemahan dollar AS. Penyebabnya, muncul ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunganya pada 2019, namun tidak sekuat sebelumnya.

“Jadi kalau dari pasar lebih percaya bila kenaikan suku bunga bisa tidak tiga kali lagi. Ini menjadi sentimen bearish bagi dollar sekaligus penguatan bagi mata uang regional,” jelas Satria.

Di tahun 2018 ini, The Fed sudah menaikkan bunga tiga kali. Terakhir kali pada 27 September lalu ke level 2%-2,25%.

Di sisi lain, harga minyak mentah dunia yang turun turut menjadi pendorong bagi nilai tukar rupiah lantaran apalagi impor migas Indonesia yang cukup besar.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, rupiah mengalami penguatan pertama didorong dari hasil KTT Brexit pada Minggu (25/11) yang menghasilkan kesepakatan dengan Uni Eropa.

“Ini langkah terbaru bagi Inggris keluar dari Eropa cukup mulus. Ditambah pada tanggal 13-14 Desember 2018 Inggris akan melakukan pertemuan di parlemen untuk meminta persetujuan parlemen sendiri terhadap hasil KTT Uni Eropa,” jelas Ibrahim.

Selanjutnya sentimen positif datang dari pemerintahan Italia yang terus melakukan negosiasi dengan Uni Eropa mengenai revisi anggaran belanja 2019.

Selain itu, sentimen juga datang dari pertemuan KTT G-20 di Argentina pada Jumat (30/11). Pada kesempatan itu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping berencana bertemu muka untuk membahas hubungan dagang, yang selama ini memicu aksi saling balas menerapkan tarif impor lebih tinggi.

 “Di awal Desember, AS berencana akan menerapkan kembali tarif impor sebesar US$ 257 miliar dolar AS bila dalam pertemuan nanti tidak ada kesepakatan yang pasti. Hal ini dapat membayangi rupiah pekan depan,” jelasnya lagi.

Selain itu, keputusan bunga The Fed yang diperkirakan pasar naik pada Desember akan menjadi perhatian pasar. Tapi, menurut Ibrahim, pasar akan lebih menekankan proyeksi kebijakan suku bunga The Fed tahun 2019 dan 2020.

Sedangkan dari bank sentral negara lain, European Central Bank (ECB) & Bank of Japan (BOJ) dinilai akan kembali menggelontorkan stimulus untuk menstabilkan mata uang negaranya.

Sedangkan dari internal, kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin serta paket kebijakan ekonomi XVI juga turut mendongkrak rupiah. Menurut Ibrahim, dari hal tersebut dapat terlihat bila BI dan pemerintah terlihat terus bekerja sama untuk menstabilkan mata uang rupiah dengan berbagai intervensi yang terjadi.

Ibrahim memprediksi rupiah pada Selasa (27/11) akan diperdagangkan di level Rp 14.410- Rp 14.550 per dollar AS.

Sedangkan Satria memproyeksikan 14.500-Rp 14.600 per dollar AS. Kalau sekarang bisa di bawah Rp 14.500 kemungkinan besok bisa terjadi koreksi teknikal,” tutup Satria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia