Spesial tax amnesty akan berlaku terbatas



JAKARTA. Rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) menerapkan program pengampunan pajak hanya akan berlaku terbatas. Special tax amnesty ini hanya bisa dinikmati oleh wajib pajak yang memiliki aset di luar negeri dan belum memiliki penetapan hukum tetap. Namun, penerapan kebijakan ini masih menunggu undang-undang (UU) baru.

Rencana pengampunan pajak sudah keluar dari Kemkeu sejak tahun lalu. Melalui special tax amnesty, pemerintah akan mengampuni wajib pajak dari sanksi pidana umum, khusus seperti korupsi, dan pidana perpajakan.

Syaratnya, wajib pajak membawa masuk ke dalam negeri atas aset-aset yang selama ini tersimpan di luar negeri dan membayar sejumlah denda. "Setelah bayar denda, tidak akan ada lagi pengusutan kasusnya," kata Sigit Priadi Pramudito, Direktur Jenderal Pajak, Jumat (29/5).


Sigit memastikan koruptor, pengemplang pajak, hingga pelaku pidana umum yang menyimpan aset di luar negeri bisa memanfaatkan fasilitas ini. Yang penting, kasus hukum tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap. Untuk yang sudah berkekuatan hukum tetap, tim penegak hukum akan terus mengejarnya. "Untuk yang dalam proses hukum, masih akan kami bahas dulu," tambah Sigit.

Kemkeu berharap special tax amnesty bisa berlaku tahun ini. Dengan demikian bisa menambah setoran perpajakan yang sedang lesu. Menurut Sigit, Ditjen Pajak dan Kemkeu sudah berdiskusi dengan DPR. DPR pun memberi dukungan dengan kesiapan untuk membahas UU baru yang akan menjadi payung hukum kebijakan ini.

Namun, sebelum menyerahkan rancangan UU tersebut, Ditjen Pajak masih perlu mematangkan konsepnya. Pekan depan, instansi ini akan mengundang pengusaha dan penegak hukum untuk dimintai pendapat.

Jika seluruh stakeholder menyetujui rencana ini, maka pembahasannya payung hukumnya akan dilakukan dengan dengan DPR mulai Juli 2015. Targetnya, pembahasan di DPR kelar dalam waktu dua bulan, sehingga special tax amnesty berlaku setelah September.

Sulit terlaksana

Ketua Komisi XI DPR (bidang keuangan) Fadel Muhammad mendukung rencana pemerintah. Namun, ia ragu kebijakan itu bisa berjalan tahun ini jika harus memakai UU baru. "Kalau UU baru tahun ini sulit, kan, harus menyelesaikan yang ada di program legislasi nasional (Prolegnas) dulu," terang Fadel.

DPR pada tahun 2015 memiliki 37 RUU dalam Prolegnas. Khusus Komisi XI ada empat RUU, yakni tentang penjaminan, jaring pengaman sistem keuangan, perubahan atas UU Nomor 20/1997 tentang penerimaan negara bukan pajak, dan perubahan kelima atas UU Nomor 6/1983 tentang ketentuan umum perpajakan.

Namun, dari keempat RUU itu belum ada satupun yang selesai. Terlebih lagi, waktu kerja DPR akan singkat. DPR akan absen bersidang karena menjalani masa reses pada 6 Juli-13 Agustus 2015. Dengan waktu singkat, sulit mengabulkan keinginan Ditjen Pajak.

Ketua Komisi III DPR (bidang hukum), Azis Syamsudin berpesan, Kemkeu harus berkoordinasi dengan penegak hukum untuk merancang kebijakan ini. "Jangan sampai pengampunan pajak malah bertentangan dengan aturan hukum yang lain," ujar Azis. Sebagai negara hukum, sudah seharusnya, aparat memaksa wajib pajak memenuhi kewajibannya, bukan malah mengampuni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa