KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak Undang Undang (UU) Cipta Kerja atau yang disebut juga dengan omnibus law. UU tersebut dianggap mengancam petani sebagai aktor utama pembangunan pertanian di Indonesia. Sejumlah ketentuan UU sebelumnya dihilangkan dalam UU Cipta Kerja tersebut. "Bentuk ancaman tersebut dapat dilihat dari dihapusnya beberapa ketentuan yang selama ini mengutamakan petani Indonesia sebagai produsen utama pangan di Indonesia dan proteksi terhadap impor pangan yang merugikan petani," ujar Ketua Umum SPI Henry Saragih dalam keterangan resmi, Jumat (9/10).
Henry menyebut pasal 15 ayat (2) dalam UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan) dihapus. Sehingga tidak ada lagi ketentuan yang mewajibkan mengutamakan produksi pertanian dalam negeri. Selain itu pasal 30 UU Perlintan diubah dalm UU Cipta Kerja. Hal itu membuat tidak ada lagi ketentuan yang melarang impor komoditas pertanian pada saat ketersediaan pangan dalam negeri sudah mencukupi. Lebuh lanjut Henry menyebut penghilangan pasal 101 UU Perlintan. Penghapusan tersebut berdampak pada tidak adanya sanksi bagi orang atau pihak yang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan pangan dalam negeri sudah mencukupi Penghapusan UU juga dilakukan dalam UU nomor 18 tahun 2012 tentang pangan. Pada pasal 1 angka 7 dalam UU Pangan diubah sehingga frasa ‘impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan’ dihapuskan dan diganti menjadi ‘impor pangan’ saja. Pasal 14 ayat (1) ditambahkan frasa ‘impor pangan’ dalam UU Cipta Kerja, sehingga sumber penyediaan pangan dapat berasal dari impor pangan. Hal ini berimplikasi pada ayat (2) di pasal yang sama, dimana ketentuan impor pangan yang sebelumnya diperbolehkan hanya apabila sumber penyediaan pangan yakni produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional dihapuskan. UU Pangan pasal 15 ayat (1) juga mengalami perubahan. UU Cipta Kerja menghapuskan frasa mengutamakan produksi pangan dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan. Pasal 39 UU Pangan juga tak luput dari revisi. Kalimat yang berbunyi pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan impor pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil’ diubah.
Baca Juga: Punya potensi 307.749 SR, Batam dorong skema KPBU untuk bangun jaringan gas Dalam UU Cipta Kerja kalimat tersebut berbunyi Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan peraturan Impor Pangan dalam rangka keberlanjutan usaha tani, Peningkatan kesejahteraan petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil. Perubahan UU yang berkaitan dengan pertanian juga terjadi pada UU nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. Pasal 63 UU Hortikultura dihapus UU Cipta Kerja sehingga tidak lagi diatur pemasukan dan pengeluaran benih ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia wajib mendapatkan izin. "Hal ini berarti benih komersial dari luar bebas masuk dan beredar di wilayah Republik Indonesia," terang Henry. Pasal 92 UU Hortikultura diubah dengan memasukkan frasa ‘asal impor’ dalam pasal tersebut. Akibatnya ketentuan yang mengikat penyelenggara pasar dan tempat lain untuk mengutamakan penjualan produk hortikultura lokal tidak berlaku lagi. Henry mengkhawatirkan akan membuat tertindasnya nasib petani dengan tanaman hortikultura di Indonesia. Berdasarkan data Nilai Tukar Petani (NTP) Indonesia pada tahun 2020 menunjukkan NTP subsektor hortikultura terus menurun.
Pasal 100 UU Hortikultura disederhanakan sehingga berpotensi menabrak Putusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 2140/20/PUU/2014 tentang Uji Materi UU 13/2010 Hortikultura. Putusan MK tersebut menyebutkan besarnya penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30%. UU Cipta Kerja tidak mencantumkan lagi pembatasan terkait modal asing yang diperbolehkan. Hal itu baru akan diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. Oleh karena itu SPI menegaskan akan menolak UU Cipta Kerja atau omnibus law yang telah disahkan oleh DPR bersama pemerintah. UU Cipta Kerja ditekankan menjadi ancaman bagi petani terutama petani gurem dan petani penggerap. "Petani tolak UU Cipta Kerja," pungkas Henry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .