Spiral kematian di Venezuela, inflasi capai 4.000%



KONTAN.CO.ID - CARACAS. Uang Venezuela hampir tak ada lagi harganya. Selain itu, krisis uang juga kian memburuk di negara ini.

Venezuela mengalami spiral kematian yang lebih dalam sehingga menyebabkan bencana kemanusiaan. Kondisi ini dipicu oleh kebijakan ekonomi pemerintah yang pada akhirnya menyebabkan mata uang Venezuela, bolivar, mengalami penurunan nilai yang drastis dan tingkat harga meroket tinggi. Di sisi lain, pasokan bahan makanan dan obat-obatan dilaporkan semakin berkurang di seluruh Venezuela.

Melansir MoneyCNN, nilai tukar bolivar sudah melemah lebih dari 96% tahun ini. Pada Selasa (21/11), butuh sekitar 84.000 bolivar untuk membeli satu dollar AS. Pada awal bulan ini, satu dollar bernilai 41.000 bolivar. Dan pada awal tahun ini, berdasarkan DolarToday, satu dollar setara dengan 3.100 bolivar.


Jutaan warga Venezuela kerap mengacu pada DolarToday atau situs lain seperti Paralelo Venezuela, untuk mengetahui berapa nilai uang yang mereka butuhkan untuk membeli kebutuhan hidup mereka. Nilai tukar yang dirilis pemerintah saat ini sudah tidak relevan lagi.

Menurut Steve Hanke, profesor di bidang ekonomi di Universitas Johns Hopkins mengatakan, tingkat inflasi di Venezuela sudah meroket hingga 4.115% dibanding tahun lalu. Krisis ini kian memburuk sejak pemerintah mengalami gagal bayar (default) atas sejumlah utangnya.

"Perekonomian Venezuela benar-benar masuk ke dalam spiral kematian. Kondisi ini jauh lebih buruk dalam dua pekan terakhir," jelas Hanke.

Pengamat lain memprediksi tingkat inflasi Venezuela lebih rendah dari prediksi Hanke. Meski demikian, tetap saja angkanya terlalu tinggi menurut standar negara manapun. Perusahaan riset Ecoanalitica Venezuela memperkirakan bahwa inflasi melonjak sekitar 1.430% pada Oktober dibandingkan dengan tahun lalu. Harga di hotel dan restoran naik 70% di bulan Oktober dari bulan sebelumnya.

Harga yang melambung memaksa warga Venezuela harus mengantre selama berjam-jam di ATM, supermarket atau keduanya, hanya untuk bertransaksi. Dan keadaan dapat menjadi semakin buruk.

Seperti yang diketahui, baik pemerintah maupun perusahaan minyak milik negara, PDVSA, baru-baru ini gagal membayar beberapa hutang. Jika Venezuela kembali mengalami default, investor dapat mengatur dan menyita aset berharga Venezuela -seperti minyak- di Amerika Serikat. Hal itu akan mencekik sumber uang utama pemerintah, yang sangat diperlukan untuk mengimpor makanan dan obat-obatan.

Presiden Nicolas Maduro, yang dilabeli sebagai seorang diktator oleh Presiden AS Donald Trump, menegaskan pada awal bulan ini bahwa utang negara tersebut akan direstrukturisasi. Pemerintah dan PDVSA berutang lebih dari US$ 60 miliar kepada pemegang obligasi. Bank sentral memiliki cadangan kurang dari US$ 10 miliar, yang perlahan-lahan menyusut dalam beberapa tahun terakhir karena negara tersebut telah membayar utang.

Menurut analisis Moody's Investor Service, kewajiban negara kian membengkak tinggi melampaui utang kepada pemegang obligasi. Secara total, Venezuela berutang US$ 141 miliar kepada pemegang obligasi, Rusia, China, kontraktor dan penyedia layanan minyak.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie