KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah tidak menghambat industri kelapa sawit masuk pasar Eropa. Hal ini terkait implementasi European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) atau UU Antideforestasi. Dewan Nasional SPKS, Mansuetus Darto mengatakan, kebijakan EUDR sebenarnya tidak perlu ditunda, karena sudah banyak industri telah sesuai dengan EUDR.
Peraturan EUDR telah disahkan pada 29 Juni 2023 dan mulai berlaku pada 30 Desember 2024.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tegaskan Program B40 dan B50 Tak Ganggu Pangan Dengan demikian, Darto menyebut, ada waktu 18 bulan bagi para pelaku usaha untuk mempersiapkan diri. "Tapi selama 18 bulan itu pemerintah selalu urus advokasi penolakan. Bukan bekerja perbaikan tata kelola," kata Darto kepada Kontan, Jumat (4/10). Darto menyoroti sikap pemerintah soal pemberian geo location dalam rangka traceability komoditas sawit. Dia menyebut bahwa negara – negara produsen minyak nabati bunga matahari atau soybean juga memberikan geo location perkebunannya. Hal itu wajib untuk membuktikan tidak ada deforestasi dari rantai pasokan mereka. Termasuk UMKM eropa yang banyak dikelola petani. “Itu bukan data rahasia negara,” ujar Darto. Menurut Darto, semua stakeholders sudah siap menyesuaikan dengan kebijakan EUDR. Namun pemerintah tidak siap karena tidak punya rencana aksi untuk sesuai dengan EUDR. Pemerintah justru punya rencana agar semua pihak tidak memenuhi tuntutan pasar dalam aturan EUDR. Yakni dengan adanya kebijakan perlindungan data dan berdirinya dasboard nasional untuk mengunci jalannya traceability dan transparansi. SPKS meminta pemerintah memperbaiki diplomasi menjadi lebih halus. Pemerintah juga mesti mengarahkan dana bagi hasil (DBH) sawit dan dana BPDPKS untuk penyesuaian smallholders semua komoditas yang diatur Uni Eropa. Selain itu, pemerintah mesti memfasilitasi kemitraan yang adil antara koperasi yang traceable dan korporasi yang sesuai.
Baca Juga: SPKS dan BPDPKS Dorong Penggunaan Produk UKMK Berbasis Sawit di Labuan Bajo “Dasboard untuk kebutuhan nasional saja, bukan untuk sistem compliance. Karena ini akan dinilai menghambat industri sawit maju untuk akses ke pasar Uni Eropa,” jelas Darto. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, salah satu yang menjadi keberatan Indonesia mengenai EUDR adalah terkait geo location kebun. Uni Eropa ingin Indonesia memberi geo location secara rinci. Airlangga bilang, Indonesia sudah jelas mengatur terkait wilayah deforestasi dan wilayah kebun. Indonesia juga sudah punya dashboard nasional untuk mengecek komoditas. Sebab itu, Indonesia meminta Uni Eropa mengecek komoditas melalui dashboard nasional tersebut.
“Tapi mereka ingin dapat sampai detail geo location. Kalau itu kan kita bicara security. Kalau negara kita diakses ama orang eropa by koordinat ini kan masalahnya masalah security," jelas Airlangga. Seperti diketahui, peraturan EUDR diantaranya berisi tentang aturan rantai pasokan bebas deforestasi, meminimalkan risiko deforestasi dan degradasi hutan dalam hal impor komoditas ke Uni Eropa. Komoditas yang termasuk EUDR mencakup kelapa sawit, kedelai, kakao, kopi, kayu, karet, dan daging sapi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari