S&P:Tak akan investment grade jika harga BBM tetap



SINGAPURA. Standard & Poor (S&P) bersikeras menahan peringkat negara di level saat ini. Peringkat negara bakal naik kelas bila reformasi rasionalisasi besaran subsidi terus berlanjut. Sebab, rasionalisasi ini bisa mengurangi kerentanan fiskal dan ketergantungan pendanaan negara dari pihak eksternal.

Jika berhasil melakukan reformasi, beban utang Indonesia berangsur turun dan berimbas pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang lebih sehat.

Demikian tulis S&P dalam rilis yang diterima Kontan. S&P menegaskan, bila pemerintah terus menunda-nunda memberlakukan kebijakan fiskal yang baru bukan tak mungkin apabila APBN terganggu.

“Jika belanja subsidi pemerintah memburuk dan menghalangi minat asing untuk berinvestasi, maka peringkat negara akan tetap di level saat ini,” tandas S&P. Sebelumnya, Standard & Poor memberikan peringkat BB+ untuk obligasi dollar bertenor jangka panjang yang diterbitkan pemerintah Indonesia. Obligasi tersebut terdiri dari surat utang existing yang jatuh tempo pada 2042 dengan surat utang baru bertenor 10 tahun yang merupakan bagian dari program penerbitan medium term note (MTN) pemerintah senilai US$ 15 miliar. Peringkat ini belum masuk standar bergengsi investasi sebuah negara. Catatan saja, hanya S&P yang cukup alot memberikan gelar investment grade pada Indonesia. Menanggapi hal ini, seperti dikutip Bloomberg, ekonom senior di Standard Chartered Plc, Fauzi Ichsan mengartikan, selama tidak ada kenaikan harga bahan minyak (BBM), rating Indonesia tak akan naik. “Perusahaan pemeringkat perlu bukti bahwa pemerintah cukup disiplin menjaga kesehatan fiskal negara. Kemungkinan pemerintah baru akan menaikkan harga BBM subsidi pada Juli mendatang,” ulas Fauzi.

Perlu diketahui, anggota parlemen Indonesia menolak usulan pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi sebesar 33% pada 1 April lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: