SPV harus bubar jika ikut tax amnesty



JAKARTA. Pemerintah akhirnya merilis aturan tentang tata cara keikutsertaan amnesti pajak (tax amnesty) bagi pemilik perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV). Namun, aturan tersebut dinilai belum mengurai kerumitan proses repatriasi atau  deklarasi perusahaan cangkang.

Kemarin pemerintah merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 127//2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung melalui SPV. Aturan ini  diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada 23 Agustus 2016.

Yang patut dicatat, beleid ini hanya mengatur SPV yang didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus atau tidak memiliki aktivitas usaha aktif. Misalnya, untuk tujuan pembelian dan pembiayaan investasi anak usahanya.


Secara umum, aturan ini menetapkan dua poin penting. Pertama, kewajiban membubarkan SPV atau mengalihkannya ke kepemilikan dalam negeri jika ingin mengikuti tax amnesty. Penerima pengalihan aset SPV itu bisa perorangan wajib pajak dalam negeri atau perusahaan berbadan hukum Indonesia.

Jika pengalihan tersebut dilakukan sebelum Desember 2017, wajib pajak dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh). Apabila lewat batas tersebut, akan dikenai dikenakan PPh.

Poin kedua, dasar penentuan tarif tebusan aset SPV. Astera Primanto Bhakti, Staf Ahli Kebijakan Penerimaan Negara Kementerian Keuangan, menyatakan, tarif tebusan berdasarkan lokasi aset milik SPV. "Juga ditentukan akan repatriasi atau deklarasi saja," kata Astera kepada KONTAN, kemarin (30/8).

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menilai, penerbitan aturan ini bisa memacu keikutsertaan tax amnesty pemilik SPV. Benny berjanji akan mengikuti program pengampunan pajak karena merupakan kesempatan berharga.  "Apalagi tahun 2018 ada pertukaran data pajak hampir di semua negara," kata Benny kepada KONTAN.

Namun sumber KONTAN pemilik SPV menyatakan, aturan ini belum menjawab dan memberi solusi kerumitan para pemilik SPV. Dia menyatakan, proses pembubaran SPV tergolong rumit, apalagi SPV yang memiliki utang dan dimiliki oleh sejumlah pemegang saham.

Menurutnya, proses likuidasi SPV harus mendapat persetujuan pemegang saham lain dan kreditur. "Itu perlu waktu dan perlu proses karena harus meyakinkan kreditur dan pemegang saham lain. Jadi aturan SPV ini masih rumit," kata sumber yang tak mau disebutkan namanya. Dia berharap  ada terobosan dari aturan Ditjen Pajak sebagai turunan PMK 127/2016 ini.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie