SR-008, instrumen syariah paling menggoda



JAKARTA. Sukuk Negara Ritel seri SR-008 menjadi instrumen syariah yang paling layak dikoleksi saat ini.

Pemerintah menerbitkan SR-008 pada 10 Maret 2016 senilai Rp 31,5 triliun. Besaran kupon yang tersemat mencapai 8,3%. Dengan holding period satu bulan, para investor dapat mencicipi efek syariah tersebut di pasar sekunder pada April 2016 mendatang.

Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menjelaskan, ada beberapa daya tarik SR-008 yang membuatnya lebih atraktif dibandingkan instrumen syariah lain.


Pertama, bagi hasil sebesar 8,3%. Besaran tersebut lebih menarik ketimbang deposito 12 bulan perbankan syariah yang mencetak bagi hasil 7,93% (data per Januari 2016).

Kedua, SR-008 diterbitkan oleh pemerintah yang notabene bebas risiko alias risk free.

Ketiga, tenor SR-008 yang cukup pendek, yakni selama tiga tahun sehingga sesuai bagi investor yang membutuhkan instrumen bertempo cepat bagi portofolionya.

Keempat, setelah menggenggam SR-008 selama satu bulan, investor bebas melepas kepemilikannya.

"Sukuk ritel sesuai bagi investor yang baru pertama kali masuk ke pasar modal," tuturnya.

Apalagi, lanjut Made, investor berpotensi mendulang kenaikan harga (capital gain) SR-008 di waktu mendatang dengan adanya peluang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Sejak awal tahun 2016, BI sudah memotong suku bunga sebanyak tiga kali dengan total nilai 75 bps menjadi 6,75%. Pelonggaran kebijakan moneter ini dipicu oleh inflasi Tanah Air yang terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,51% pada Januari 2016 dan deflasi sekitar 0,09% pada Februari 2016.

Pemangkasan BI rate memicu tren penurunan yield obligasi. Ketika yield obligasi merosot, harganya akan terangkat. Sebaliknya, ketika yield obligasi menanjak, harganya bakal terkoreksi.

Buktinya, per Februari 2016 lalu, Sukuk Negara Ritel seri lawas SR-007 telah mencetak harga di atas par 100, yakni 100,85% dengan yield 7,8%.

Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management sepakat, adanya peluang kenaikan harga di pasar sekunder memang mendongkrak prospek SR-008. Apalagi obligasi negara umumnya lebih likuid sehingga dapat memanfaatkan momentum kenaikan harga secara maksimal ketimbang sukuk korporasi.

"Tapi bagi investor yang incar imbal hasil, lebih menarik return sukuk korporasi," tukasnya. Dengan catatan, investor menggenggam sukuk korporasi hingga jatuh tempo alias hold to maturity.

Sebab, likuiditas sukuk korporasi yang jauh lebih minim berimbas pada potensi capital gain yang rendah pula.

Jika investor kurang menggemari SR-008, Made berpendapat, deposito perbankan syariah cukup atraktif. Memang pemangkasan BI rate turut menimbulkan tren penurunan bunga deposito. "Tapi, ketika terjadi perbaikan ekonomi dan biaya pendanaan murah, bagi hasil deposito syariah justru meningkat. Sementara bunga deposito perbankan konvensional akan tertekan," jelasnya.

Sebaliknya, Made menambahkan, jika BI rate terkerek, bunga deposito perbankan konvensional juga ikut terangkat. Namun, bagi hasil deposito syariah yang bakal terkoreksi.

Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 sebesar 5,3%, lebih tinggi ketimbang pencapaian sepanjang tahun 2015 yang tercatat 4,79%.

Sedangkan bagi investor yang menginginkan instrumen investasi dengan imbal hasil lebih tinggi serta toleransi risiko yang besar pula, efek saham syariah tetap boleh dilirik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie