KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengevaluasi diskon PPh untuk bunga deposito devisa hasil ekspor (DHE) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2016. Sebab, pemerintah tengah mengimbau eksportir untuk membawa kembali devisa hasil ekspor dan mengonversikannya ke mata uang rupiah. Tujuannya untuk membantu pemerintah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) hari ini, Selasa (14/8), tercatat Rp 14.625 per dollar AS.
“Saya sudah minta supaya BKF dan Ditjen Pajak melakukan evaluasi kenapa itu tidak atau kurang efektif dan kurang dipahami,” kata Sri Mulyani di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan (Kemkeu), Selasa (14/8). “Tentu dalam situasi sekarang dan pemikiran membawa DHE dalam konteks menyeimbangkan
demand dengan suplainya ini menjadi penting,” lanjutnya. Sri Mulyani menambahkan, dalam pemberian insentif fiskal ini Kemkeu akan bekerjasama dengan BI. “Kami berkomunikasi terus dengan BI bagaimana langkah yang dilakukan dari sisi fiskal, kemudian insentif, lalu enforcement dari sisi kepabeanan dan perpajakan, dan kemudian yang berhubungan dengan yang dilakukan BI,” ujarnya. Hal ini, menurut dia, dilakukan agar dunia usaha bersama dengan pemerintah dan BI bisa bertahan dalam menghadapi situasi saat ini, di mana negara sangat membutuhkan devisa. “Pemikiran mengenai jumlah permintaan dollar untuk impor dan untuk investasi harus bertemu dengan jumlah suplainya, apakah itu dari FDI, dan ekspor. Ini yang akan mampu membawa Indonesia bertahan dari sisi pertumbuhan cukup tinggi, tetapi permintaan valas tetap bisa dikelola dengan baik sehingga tidak muncul kerawanan,” jelasnya. Di sisi lain, dari dunia usaha melihat insentif pajak bagi DHE yang didepositokan itu kurang terdengar gaungnya di lapangan. Kepada Kontan.co.id, beberapa pengusaha menyatakan bahwa PMK yang keluar dalam rangka paket ekonomi jilid II ini masih belum banyak diketahui. "Saya juga baru tahu, tetapi DHE juga jarang ada waktu untuk didepositokan, karena akan digunakan kembali sebagai modal kerja selanjutnya," kata Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno kepada Kontan.co.id. Anne Patricia Sutanto, Wakil Presiden Direktur PT Pan Brothers Tbk saat dikonfirmasi mengenai insentif ini mengatakan aturan ini belum terasa. “Belum tahu. Ini yang perlu disosialisasikan,” ujarnya. Padahal, menurut Anne, sebenarnya insentif yang ada dalam PMK itu sudah menarik bagi eksportir. Sayang, sosialisasi dan realisasinya belum ada. “Kalau ini bisa terjadi bagus sekali. Pelaksanaannya bagaimana? Karena bank perlu disosialisasikan. Sebenarnya pemenuhan seluruh komitmen paket ekonomi cukup,” ucap Anne. Selain itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat juga menyampaikan, insentif ini tak terdengar gaungnya di lapangan. “Belum tahu juga karena sangat minim pemberitaan,” kata dia.
Lebih lanjut, Ade bilang, PMK itu secara substansial belum menyentuh hak dasar dari kebutuhan eksportir, yakni DHE itu diperuntukkan untuk membayar bahan baku, beli mesin, dan peralatan. “Yang diperlukan nilai pelepasan sama dengan nilai pembelian untuk bayar bahan baku,” ujarnya. Meski demikian, di sektor tambang, insentif ini sudah mulai digunakan. “Kalau di sektor tambang aturan tersebut telah diberlakukan sejak sekitar tahun 2015. Sudah disosialisasikan sejak 2014,” Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi