Sri Mulyani dukung relaksasi sektor properti BI agar efektif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah siap berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) terkait relaksasi kebijakan loan to value (LTV) yang akan dikeluarkan oleh BI pada rapat dewan gubernur (RDG) yang berlangsung 27-28 Juni 2018.

"Nanti kami akan bicarakan dengan OJK dan BI terkait policy mix supaya bisa dilakukan secara harmonis, jadi dampak ke ekonomi lebih efektif," ujar Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Senin (25/6). 

Menurut Sri Mulyani, Indonesia tengah mengalami keadaan dimana pasar keuangan mengalami tekanan global. Dalam hal ini, BI di satu sisi akan jaga stabilitas melalui kebijakan moneter, tapi di sisi lain dukung pertumbuhan ekonomi melalui makroprudensial di sektor perumahan. Oleh karena itu, koordinasi dengan pemerintah bakal berjalan harmonis.


"Ini salah satu contoh untuk kami koordinasi dan dilakukan terus menerus harmonis. Kami bertiga dgn LPS, akan terus jaga ekonomi Indonesia dalam koridor aman. Stabilitas, keseimbangan, di satu sisi volatilitas global harus ditangani dan dikelola, tapi jaga momentum," kata dia. 

Bila kelonggaran kebijakan ini diterapkan, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, selanjutnya dari sisi pemerintah perlu menjamin ketersediaan suplai properti karena dengan adanya permintaan. Khususnya untuk rusun dan FLPP untuk menengah ke bawah.

“Lalu, pemerintah juga perlu mendorong sektor riil supaya pendapatan masyarakat meningkat. Dengan adanya kewajiban KPR nanti, perlu dipastikan masyarakat punya penghasilan. Harus dimonitor pula agar NPL dari perbankan tidak tinggi,” ujar Josua kepada Kontan.co.id.

Menurut dia, inflasi juga harus terkendali karena biaya hidup akan bertambah apabila ada kewajiban KPR namun harga-harga naik. Inflasi penting dijaga terus, khususnya inflasi pangan. Jangan sampai masyarakat semakin berat, maka dari sisi pendapatan mesti didorong.

Ekonom sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani juga mengatakan, LTV yang direlaksasi ini harus diikuti dengan kebijakan lanjutan, yakni agar orang-orang di sektor informal juga bisa dapat kredit rumah.

“Sekarang yang banyak belum punya rumah bukan yang penghasilan tetap sebenarnya. Yang banyak belum punya itu mereka yang tidak punya penghasilan tetap tetapi dia penghasilannya tinggi. Nah ini yg belum bisa diatasi. Pemerintah harus eksplor lebih lanjut kebijakannya,” ujar Aviliani di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (25/6).

Ia mengatakan, cara yang bisa dilakukan misalnya melihat dari saldo tabungan beberapa tahun ke belakang. Bila saldonya bagus, seharusnya ia diperbolehkan KPR.

“Supaya masyarakat yang di sektor informal ini, yang hampir 70% bisa dapat,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi