Sri Mulyani Gugat Indonesia Corruption Watch (ICW) ke PTUN, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melayangkan gugatan kepada Indonesia Corruption Watch (ICW) di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut dilayangkan Sri Mulyani dengan nomor perkara 47/G/KI/2023/PTUN.JKT pada 8 Februari 2023.

Dari Informasi yang diterima kontan.co.id, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, Sri Mulyani mengajukan banding atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang mengabulkan sebagian permohonan ICW terhadap Kemenkeu.

ICW meminta meminta agar hasil audit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan dapat diakses publik.


Baca Juga: Sri Mulyani Layangkan Gugatan Terhadap ICW ke PTUN

“Jadi ICW mengajukan keberatan ke Komisi Informasi Pusat dan oleh KIP permohonan tersebut dikabulkan sebagian. Dengan demikian Kemenkeu mengajukan gugatan atas Putusan KIP dimaksud,”tutur Yustinus dalam keterangannya, Jumat (10/2).

Adapun ICW mengajukan permohonan informasi pada 15 Mei 2020 kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemenkeu. 

Terhadap permohonan itu, Yustinus menyebut pemerintah tidak bisa memberikan laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap program JKN karena alasan tertentu.

“Berdasarkan UU tidak dapat memberikan informasi karena informasi yang diminta termasuk yang dikecualikan oleh Pasal 17 huruf e angka 6 dan huruf i UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” jelasnya.

Kemudian, substansi gugatan disebut akan disampaikan pada saat sidang berlangsung. Yustinus mengatakan, Kemenkeu akan senantiasa mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, akan mengikuti seluruh proses persidangan, memberikan penjelasan, argumen, dan bukti yang dimiliki dan menerima apapun putusan pengadilan.

Lebih lanjut, informasi mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan alias hasil audit dari tiga permohonan yang disampaikan Kemenkeu kepada BPKP dan diminta ICW tidak dapat diberikan, karena merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Selama 58 Tahun Indonesia Pakai Aturan Kolonial Kelola Keuangan

Pertama, pada pasal 17 huruf e angka 6 dan huruf i Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, beserta penjelasannya.

“Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Infromasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya dan Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan.

Kedua, pasal 17 huruf j Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, beserta penjelasannya juncto Pasal 44 ayat (1) huruf e dan i serta ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, beserta penjelasannya.

Baca Juga: KPK diminta usut tuntas dugaan suap pajak

Bahwa pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk umum dapat: pertama, merugikan ketahanan ekonomi nasional dan kedua mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.

Lalu Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Kemudian, informasi mengenai laporan hasil pemeriksaan (hasil audit) terkait program Jaminan Kesehatan Nasional selain tiga permohonan yang disampaikan Kementerian Keuangan kepada BPKP tertanggal 11 Februari 2019, 10 Desember 2018, dan 19 Juli 2018, baik yang dilakukan oleh BPKP atau instansi lainnya, tidak tersedia karena informasi yang diminta tidak dikuasai oleh Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli