KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah Inggris memberikan insentif pajak bagi dunia usaha dan orang kaya di tengah kebijakan moneter yang ketat berpotensi menimbulkan ketidakpastian. Hal ini pun menjadi perhatian negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo misalnya mengingatkan situasi perekonomian yang terjadi di Inggris mungkin berpengaruh terhadap kondisi negara-negara di dunia. Seperti kita tahu, pada akhir pekan lalu, pemerintah Inggris memutuskan untuk memberi insentif pajak bagi dunia usaha dan orang kaya. Tujuannya, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Di tengah longgarnya kebijakan fiskal Inggris, otoritas moneter justru lebih ketat. Bank sentral Inggris pada pekan lalu memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 2,25% sebagai respons inflasi Agustus 2022 yang mencapai 9,9%.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Makin Membaik di Tengah Tekanan Ekonomi Global Jokowi menyiratkan, ketidakselarasan antara kebijakan fiskal dan moneter tersebut, bakal memunculkan ketidakpastian bagi
The Black Country maupun negara-negara lain di dunia. Apalagi, gonjang-ganjing perekonomian global masih terasa. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengonfirmasi hal ini. Menurutnya, dinamika yang terjadi di Inggris memang akan memberi sentimen tertentu kepada seluruh dunia. "Ini lebih spesifik, menjadi sentimen. Apalagi ada kejadian berurutan setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps), timbullah dua sentimen tersebut selama seminggu terakhir," ujar Sri Mulyani kepada awak media, Kamis (29/9). Namun, bendahara negara berusaha melihatnya secara obyektif. Artinya, memahami bahwa setiap negara memiliki kepentingan maupun krisis masing-masing, yang berbeda satu dengan lainnya.
Baca Juga: Krisis Energi di Eropa, Fitch Ratings Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Sedangkan untuk Indonesia, pemerintah lebih memilih untuk menjaga konsolidasi fiskal tetap relatif jauh lebih baik. Dalam hal ini, pemerintah akan menggenjot penerimaan negara dengan maksimal dan belanja akan dilakukan dengan hati-hati. Pun dalam penarikan atau penerbitan surat berharga negara (SBN) juga akan dilakukan dengan secukupnya. Dengan demikian, kondisi keuangan negara diharapkan bertahan di tengah ketidakpastian global. "Penerbitan SBN kita jauh lebih rendah, 40% menurun tajam. Jadi, ini menyebabkan kondisi keuangan tidak terlalu rentan akibat berbagai sentimen," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli