Sri Mulyani Kembali Jadi Menkeu, Pengamat: Badan Penerimaan Negara hanya Jadi Wacana



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembentukan Badan Penerimaan Negara dinilai hanya akan menjadi wacana pasca Sri Mulyani Indrawati kembali ditunjuk sebagai menteri keuangan pada Kabinet Merah Putih.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan, dengan diangkatnya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan di era Presiden Prabowo, maka BPN hanya akan menjadi wacana. 

Menteri Keuangan sebagai atasan Dirjen Pajak, tidak akan memberikan kesempatan kepada Ditjen Pajak untuk memisahkan diri dari Kementerian Keuangan.


"Sikap Sri Mulyani sejak era Presiden SBY memang menolak pembentukan badan perpajakan," jelasnya kepada Kontan, Senin (21/10).

Baca Juga: Badan Penerimaan Negara Masih Menjadi Wacana

Raden menjelaskan wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) memang sudah masuk dalam Nawacita Presiden Joko Widodo. Kemudian Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah menyampaikan RUU KUP sebagai dasar pembentukan BPP. 

RUU KUP sudah disampaikan oleh Presiden kepada DPR RI untuk dibahas. Namun setelah itu, Menteri Keuangan kemudian diganti oleh Sri Mulyani.

Pada zaman Menteri Keuangan Sri Mulyani, Pembahasan BPN tidak pernah dilakukan. 

Sikap Sri Mulyani sejak era Presiden SBY memang menolak pembentukan badan perpajakan. Dan sikap penolakan tersebut konsisten sampai dengan sekarang, melewati 3 Presiden, yaitu Presiden SBY, Presiden Jokowi, dan Presiden Prabowo.

Tonton: Rencana Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di Era Prabowo masih Teka-teki

"Sikap Sri Mulyani dengan tegas terbaca pada saat beliau dipanggil oleh Presiden terpilih Prabowo di Jalan Kertanegara bahwa beliau dan Prabowo sepakat untuk memperkuat Kementerian Keuangan," ujarnya. 

Raden mencermati, jika mengacu pada target tax ratio sebesar 23%, maka pembentukan BPN sangat urgen. Bahwa upaya meningkatkan rasio pajak sudah dilakukan oleh semua Dirjen Pajak. Pada era Fuad Rahmany, Ditjen Pajak sudah melakukan studi banding dengan negara-negara lain tentang otoritas pajak. 

Kesimpulannya, Ditjen Pajak terlalu kaku. Karena bentuknya Direktorat Jenderal, maka masalah struktur organisasi harus sesuai dengan ketentuan Kementerian PAN RB. Begitu juga dengan pegawainya, harus mengacu kepada Undang-Undang ASN.

Baca Juga: Pembentukan Badan Penerimaan Negara Tidak Mendesak Dilakukan

"Jadi, selama petugas pajak masih ASN maka ketentuan birokrasi sangat kuat, birokrasi inilah salah satu alasan kenapa petugas pajak tidak boleh dipecat walaupun tidak bekerja optimal. Petugas pajak tidak boleh dipecat hanya gara-gara tidak memiliki kinerja yang baik," ungkapnya.

Padahal menurut Raden tantangan perpajakan itu sangat dinamis. Otoritas pajak harus mendapatkan pegawai terbaik. Pegawai biasa-biasa saja harus digantikan dengan pegawai yang memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi. 

Urgensi pembentukan BPN sebenarnya lebih kepada alasan agar pegawainya bukan ASN. Pembentukan organisasi vertikalnya disesuaikan dengan kebutuhan target perpajakan. Birokrasi untuk membuka dan menutup kantor pajak harus dihilangkan. 

"Jadi, otoritas pajak harus seperti swasta yang dinamis," ucapnya. 

Selanjutnya: Tiga Bank Uji Coba Inovasi Skema Credit Scoring KUR, Ini Kriteria Debiturnya

Menarik Dibaca: Promo Alfamidi Ngartis sampai 31 Oktober 2024, Masako-Kin Yogurt Beli 1 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi