Sri Mulyani kembali soroti belanja daerah yang minim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menyoroti realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sangat rendah. Hingga Oktober 2021, realisasi belanja APBD baru Rp 689,76 triliun atau 56,36% dari pagu yang mencapai Rp 1.223,82 triliun.

Menurutnya, realisasi belanja ini tidak sebanding dengan pendapatan daerah di APBD yang justru meningkat yakni sudah mencapai 70,2% dari pagu APBD. “Belanja APBD ini memang mengalami perlambatan, dan ini merupakan masalah yang cukup serius, saat pemerintah ingin melakukan pemulihan melalui belanja baik pusat maupun daerah,” kata Sri Mulyani di konferensi pers APBN KITA, Kamis (25/11).

Bendahara negara ini menambahkan, realisasi pendapatan APBD menjadi lebih tinggi dari realisasi belanja APBN, menyebabkan daerah surplus. Menurut dia, perlambatan ini juga menggambarkan bahwa Pemda belum meningkatkan peranannya yang cukup signifikan untuk ikut memulihkan ekonomi nasional.


Padahal, pemerintah pusat berharap Pemda bisa ikut berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional, dengan mempercepat realisasi belanja, khususnya yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19 untuk kesehatan dan perlindungan sosial kepada masyarakat.

Baca Juga: Realisasi penyaluran TKDD masih tetap rendah, Sri Mulyani: Ini masalah serius

Dengan keterlambatan belanja daerah tersebut, Sri Mulyani menyebut, realisasi pertumbuhan belanja daerah akhirnya mengalami kontraksi 2,21% secara tahunan. Tercatat, realisasi belanja daerah justru lebih tinggi pada tahun lalu, yaitu mencapai Rp 705,34 triliun per Oktober 2020.

Berdasarkan fungsi belanja, realisasi belanja yang kontraksi ini terjadi pada belanja kesehatan sebesar minus 1%dengan realisasi yang sebesar Rp 113,09 triliun dan belanja perlindungan sosial minus 27,8% dengan realisasi baru Rp 7,25 triliun.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menyayangkan bahwa realisasi belanja daerah justru didominasi oleh belanja pegawai yang mencapai Rp 284,92 triliun. Lalu  belanja barang Rp 178,4 triliun, belanja modal Rp 65,65 triliun, dan belanja lainnya Rp 160,79 triliun.

Meski begitu, Sri Mulyani menyoroti dua provinsi, yaitu Banten dan Sulawesi Tenggara, yang merupakan provinsi dengan serapan transfer ke daerah terbesar, yaitu mencapai 83,3% dari pagu transfernya. Meski begitu, dirinya tetap menghimbau kedua daerah tersebut agar segera membelanjakan dananya karena masih rendah yakni 50%.

Sementara itu, untuk Sulawesi Tenggara telah menerima transfer ke daerah sekitar 80,38%. Realisasi belanjanya di bawah rata-rata nasional sekitar 82,07%. Tapi, selisih antara realisasi pendapatan dan belanja Sulawesi Tenggara merupakan yang terendah dari provinsi-provinsi lain, yakni cuma 3,14%. Sedangkan Banten mencapai 32,19%.

Baca Juga: Sri Mulyani sebut defisit APBN hingga Oktober 2021 jauh lebih baik dari tahun lalu

“Serapan belanja yang lambat tentunya akan sangat mempengaruhi kemampuan untuk mendorong pemulihan di masing-masing daerah. Kita berharap pemerintah daerah bisa mengakselerasi, karena ini tinggal satu bulan terakhir,” katanya.

Di sisi lain, Sri Mulyani juga menyoroti dampak realisasi belanja yang rendah padahal pendapatan cukup besar ke simpanan pemda di perbankan. Ternyata, pendapatan yang besar justru tersimpan di bank dengan jumlah mencapai Rp 226,71 triliun hingga Oktober 2021. Menurutnya angka tersebut merupakan angka tertinggi dibandingkan pada Juli 2021.

Untuk itu, Sri Mulyani berharap Pemda bisa segera membelanjakan dananya karena batas pelaksanaan anggaran pada 2021 tinggal sebulan lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari