Sri Mulyani Khawatir Ketegangan Rusia-Ukraina Berimbas ke Angka Kemiskinan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang menimbulkan krisis pangan dan energi dikhawatirkan dapat meningkatkan angka kemiskinan. Ditambah lagi dalam dua tahun menghadapi Covid-19, banyak negara yang telah habis-habisan dalam menangani pandemi, termasuk Indonesia.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Peresmian Sustainable Development Goals (SDGs) Desa Center di Kampus PKN STAN, Rabu (22/6).

Ia mengatakan, banyak uang negara yang telah keluar dalam mengatasi pandemi Covid-19 namun pendapatan negara mengalami penurunan.


"Dua tahun bayangkan, pendapatan negara turun, belanja naik, kita harus defisitnya nambah. Itu berarti utang," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Sisa 8 Hari Lagi, Sri Mulyani Kantongi Rp 25,41 Triliun dari Tax Amnesty Jilid II

Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa kehadiran SDGs mampu menurunkan angka kemiskinan dunia yang sangat besar, seperti China, India dan Indonesia, Asia Tenggara, Asia Selatan dan Afrika.

Sehingga dengan adanya optimisme kemiskinan yang menurun, maka diluncurkan pada tahun 2010 sebuah ambisi baru yang disebut sebagai SDGs. Diharapkan dengan ambisi baru tersebut mampu memenuhi kebutuhan populasi manusia yang jumlahnya akan mencapai 9 miliar.

"Dia harus tidak miskin, tidak lapar, memiliki kesehatan yang baik, mendapatkan akses pendidikan, menghormati kesamaan gender, akses terhadap air bersih, akses terhadap listrik dan energi secara affordable, dia memiliki industri yang makin inovatif, makin equal, dan dunia walaupun harus menampung manusia menuju 9 miliar tetap sustain dan kita semua menjadi manusia yang responsible dalam berkonsumsi," jelas Sri Mulyani.

Namun adanya konflik geopolitik Rusia-Ukraina, menurutnya tantangan untuk mencapai SDGs akan semakin sulit untuk dicapai. Kondisi tersebut berimbas kepada seluruh negara mengingat negara yang sedang berperang tersebut merupakan negara pengekspor komoditas utama, seperti energi, gandum dan pupuk.

"Karena yang berperang itu juga merupakan produsen energi dunia, dia juga produsen gandum, dia juga produsen pupuk, produsen minyak goreng non CPO, makanya spill overnya keseluruh dunia," kata Sri Mulyani.

Sehingga hal tersebut menyebabkan semua negara di dunia sedang berkecamuk dalam harga energi dan harga pangan yang melonjak naik akibat konflik geopolitik kedua negara tersebut.

"Kalau harga energi naik, harga pangan naik, itu masuk dalam SDGs nomor berapa? Kita bicara tentang Food Security, Zero Hunger, itu SDGs nomor 2. Kita bicara tentang affordability terhadap clean energy, itu nomor 7. Kita dihadapkan pada pandemi yang menyebabkan sehingga kemiskinan naik, itu SDGs nomor 1," jelas Sri Mulyani.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut PDB Global Terancam Turun US$ 1 Triliun

Bendahara Negara tersebut menegaskan, pihaknya akan menggunakan semua instrumen kebijakan regulasi termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melindungi masyarakat dari berbagai guncangan tersebut.

Adapun bantuan yang dimaksud adalah salah satunya APBN digunakan untuk memajukan desa dalam menghadapi kemiskinan, ketimpangan, kesejahteraan, dan keadilan agar tercapai SDGs

"Apalagi dengan dana desa yang sudah terus diberikan melalui APBN langsung kepada desa. Lebih dari Rp 468 triliun semenjak dana desa itu diatur oleh Undang-Undang (UU) dan kemudian dialokasikan secara terus menerus di dalam APBN," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto