KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan potensi dampak ekonomi global dari kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani memproyeksikan bahwa Trump kemungkinan akan kembali menerapkan kebijakan tarif impor tinggi terhadap barang dari negara-negara mitra dagang Amerika, termasuk dari kawasan ASEAN, selama masa kepemimpinannya yang baru.
Baca Juga: Dihadapan DPR, Sri Mulyani Akui 2024 Jadi Tahun Berat Kumpulkan Penerimaan Pajak Sri Mulyani mengacu pada kebijakan sebelumnya di mana Trump menargetkan negara-negara dengan surplus perdagangan besar terhadap Amerika Serikat, seperti China. Ia menjelaskan bahwa kecenderungan Amerika adalah mengenakan tarif impor tinggi terhadap negara-negara yang mencatatkan surplus perdagangan besar dengan AS, dan tidak hanya China yang akan terkena dampaknya. "Selama ini targetnya adalah AS terhadap China yang memang mencatatkan surplus. Namun, seperti pada masa kepemimpinan Trump yang pertama, Departemen Keuangan AS juga memantau mitra dagang AS lainnya yang mencatatkan surplus dan mungkin akan diberlakukan kenaikan tarif impor," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11).
Baca Juga: Punya Tiga Wakil Menteri, Sri Mulyani: Ini Anugerah yang Baik Sri Mulyani menambahkan bahwa negara-negara ASEAN, seperti Vietnam, kemungkinan juga akan menjadi sasaran utama dalam kebijakan tarif impor yang tinggi ini. "Dengan demikian, bukan hanya China yang akan terkena dampaknya. Negara-negara ASEAN, seperti Vietnam dan beberapa negara lainnya, mungkin akan menjadi titik perhatian dalam kebijakan tarif impor ini," ujarnya. Selain itu, Sri Mulyani juga menyoroti bahwa pasar global kini sedang bersiap menghadapi kebijakan fiskal yang lebih ekspansif di bawah kepemimpinan Trump. Meski ada wacana pemotongan belanja negara hingga US$ 1 triliun dalam 10 tahun ke depan, pasar memperkirakan bahwa kebijakan ini dapat memperbesar defisit anggaran AS, yang pada akhirnya berpotensi mempengaruhi suku bunga dan kondisi pasar keuangan global.
Baca Juga: Meski Dihadang Sri Mulyani, Pembentukan Badan Penerimaan (BPN) Tetap Perlu Dilakukan "Di bawah Presiden Trump, kebijakan fiskal yang mungkin lebih ekspansif masih harus dilihat, terutama dengan ambisi mereka untuk memotong belanja hingga US$1 triliun dalam kurun waktu 10 tahun atau sekitar US$100 miliar per tahun," jelasnya. Ia juga mencatat bahwa imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun mengalami kenaikan karena proyeksi pasar bahwa anggaran AS mungkin akan lebih ekspansif ke depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto