Sri Mulyani: Pilihan Menaikkan Harga BBM adalah Opsi Terakhir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah opsi terakhir yang dipilih pemerintah.

Keputusan tersebut diambil setelah pemerintah menaikkan anggaran subsidi energi tahun ini sebanyak tiga kali lipat, dari semula sebesar Rp152 triliun, kemudian naik menjadi Rp 502,4 triliun. Tambahan anggaran tersebut, demi merespons kenaikan harga minyak mentah dunia yang juga semakin tinggi, dan juga volume subsidi yang semakin membengkak.

“Seperti yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo, langkah (menaikkan harga BBM) merupakan upaya terakhir. Karena sebetulnya, kenaikan harga BBM ini sudah mulai terjadi sejak tahun 2021,” tutur Sri Mulyani dalam acara Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (7/9)


Sri Mulyani menjelaskan, semula dalam APBN 2022, pihaknya mengasumsikan subsidi energi Rp152 triliun dengan asumsi harga minyak mentah dunia di kisaran US$ 63 per barel. Namun, lambat laun harga minyak tersebut melonjak sangat tinggi, terutama sesudah terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina, disusul terjadinya sanksi terhadap Rusia yang merupakan produsen sangat signifikan minyak di dunia.

“Nah ini kenaikan dari harga BBM atau Indonesia Crude Price (ICP) meningkat bahkan melambung di atas US$100 (per barel),” jelasnya.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah di Tahun Depan Sulit Diprediksi, Ini Kata Sri Mulyani

Kenaikan-kenaikan yang jauh di atas asumsi ini, lanjutnya, memang menimbulkan suatu tekanan, dan pilihan kebijakan bagi Pemerintah hanyalah, apakah dari kenaikan harga ICP dunia langsung dibebankan kepada masyarakat atau ditahan oleh Pemerintah.

Menurutnya, meskipun Indonesia mendapatkan windfall dari kenaikan harga-harga komoditas sekitar Rp 420 triliun, pendapatan tersebut langsung habis dipakai untuk menambah anggaran subsidi energi, karena jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM, subsidi energi diperkirakan makin membengkak mencapai Rp 698 triliun.

“Nah ini menimbulkan dilema, sesudah kita naikkan 3,5 kali lipat kenaikannya akan jauh lebih tinggi lagi menjadi Rp 698 triliun. Jadi seluruh surplus atau tambahan windfall profit yang tadi Rp 420 triliun menjadi tidak ada apanya dibandingkan kenaikan yang akan mencapai 700 triliun,” kata dia menambahkan.

Sri Mulyani mengklaim bahwa, Pemerintah telah mencari berbagai cara untuk melindungi masyarakat dari kenaikan harga minyak tersebut. Oleh karena itu, ia melihat, jika seandainya subsidi ditambah menjadi Rp 698 triliun penyalurannya pun tidak akan efisien karena justru dinikmati oleh masyarakat yang mampu. Sehingga agar penyalurannya lebih tepat sasaran, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM, namun tetap memberikan tambahan bantuan sosial kepada masyarakat miskin.

“Sehingga ini menimbulkan suatu pertanyaan bagaimana kita bisa memperbaiki kebijakan di mana masyarakat yang miskin mendapatkan alokasi. tapi tentu kelompok menengah atas juga ikut bergotong royong. Ini lah yang kemudian menuju kepada pilihan untuk menyesuaikan harga BBM,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari