KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi berpotensi akan mempengaruhi kinerja ekonomi global pada tahun 2023, yaitu potensi mengalami koreksi ke bawah. Inflasi yang meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang melambat juga akan mengakibatkan stagflasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang merupakan penggerak perekonomian dunia berpotensi mengalami resesi pada tahun 2023. “Kami menyampaikan gambaran gejolak ekonomi global saat ini tidak untuk membuat kita khawatir dan gentar - namun untuk memberikan
sense bahwa gejolak perekonomian tahun ini maupun tahun depan yang akan kita hadapi bersama harus dapat diantisipasi dan dikelola dengan
prudent dan hati-hati,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke 7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023, pada Kamis (29/9).
Adapun, lanjutnya, APBN 2023 tentu terus diharapkan menjadi instrumen efektif dalam penjaga perekonomian, namun APBN 2023 jelas akan terus diuji dengan gejolak ekonomi yang tidak mudah dan belum mereda.
Baca Juga: Tok! DPR Setujui APBN 2023, Pertumbuhan Ekonomi Ditargetkan 5,3% Selain itu, Sri Mulyani mengatakan, keputusan DPR bersama Pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal pada tahun 2023 adalah keputusan yang benar dan sangat penting, strategis dan tepat waktu. “Setelah 3 tahun kita dihadapkan pada pandemi dan konsekuensinya yang menyebabkan defisit APBN meningkat melebihi batas 3% PDB, mengembalikan kesehatan APBN adalah langkah bijak dan tepat dihadapkan pada ketidakpastian global dan kenaikan
cost of fund yang luar biasa cepat dan tinggi,” kata Dia. Untuk diketahui, defisit APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan sebesar 2,84% dari PDB atau secara nominal sebesar Rp 598,2 triliun. Dengan besaran defisit tersebut, Pemerintah dan DPR juga menyepakati bersama, bahwa APBN tahun 2023 masih membutuhkan Pembiayaan Utang sebesar Rp 696,3 triliun untuk dapat dikelola dengan sebaik mungkin. Inflasi dinaikkan dari semula 3,3% menjadi 3,6%, dengan mempertimbangkan tekanan inflasi global yang diperkirakan masih tinggi serta volatilitas dan ketidakpastian dari pergerakan harga komoditas di pasar global. Penyesuaian nilai tukar pupiah dari semula Rp 14.750,00 per dolar AS menjadi Rp 14.800,00 per dolar AS, terutama mempertimbangkan masih tingginya ketidakpastian prospek ekonomi global serta kenaikan suku bunga di negara-negara maju dan ketatnya kondisi likuiditas global. Menyepakati asumsi Indonesia Crude Price (ICP) tetap berada pada level US$ 90/Barel, dengan pertimbangan bahwa harga komoditas di tahun 2023 akan sedikit melandai sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi global yang mengalami pelemahan. Lalu,
lifting gas dinaikkan dari sebelumnya 1.050 (ribu bsmph) menjadi 1.100 (ribu bsmph). Dengan upaya pemulihan ekonomi yang terus dijaga semakin membaik pada tahun 2023, maka proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 diperkirakan dapat mencapai 5,3%. Menurutnya, perkiraan tersebut cukup realistis dengan mempertimbangkan dinamika pemulihan dan reformasi struktural untuk mendorong kinerja perekonomian yang lebih akseleratif, namun di sisi lain tetap mengantisipasi risiko ketidakpastian yang masih membayangi kinerja perekonomian nasional ke depan. Kemudian, Pemerintah akan melanjutkan program perlindungan sosial untuk mendorong tingkat kemiskinan pada tahun 2023 kembali menurun di kisaran 7,5%-8,5%, tingkat pengangguran terbuka sekitar 5,3%-6,0%, perbaikan ketimpangan (Gini Ratio) menjadi 0,375-0,378, serta pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada kisaran 73,31-73,49.
Baca Juga: Respons Ekonomi Inggris, Sri Mulyani: APBN Harus Kuat Supaya Bisa Jadi Shock Absorber Lebih lanjut, Pendapatan Negara dalam APBN tahun 2023 direncanakan sebesar Rp2.463,0 triliun, yang bersumber dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 2.021,2 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 441,4 triliun. Target tersebut tentunya telah memperhitungkan berbagai faktor termasuk kapasitas ekonomi, iklim investasi, dan daya saing usaha dalam menakar basis perpajakan.
Sementara itu, Belanja Negara dalam APBN 2023 direncanakan sebesar Rp 3.061,2 triliun, yang dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 2.246,5 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 814,7 triliun. Belanja negara tersebut salah satunya akan diarahkan untuk melanjutkan reformasi terutama dalam meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan kualitas pendidikan, transformasi sistem kesehatan, akselerasi perlindungan sosial sepanjang hayat, serta meningkatkan efektivitas implementasi reformasi birokrasi. Terakhir, Transfer ke Daerah akan diarahkan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah, untuk mendukung sektor-sektor prioritas yang akan dilaksanakan oleh daerah serta meningkatkan sinergi kebijakan fiskal serta harmonisasi belanja pusat dan daerah dalam rangka mendukung kinerja daerah, mengentaskan kemiskinan, dan memajukan perekonomian daerah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi