Sri Mulyani Sebut Guncangan Ekonomi Global Bakal Awet Hingga 2024



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Guncangan terhadap perekonomian global diprediksi akan berlangsung lama hingga 2024. Hal ini disebabkan ancaman inflasi dan stagflasi yang menekan daya beli masyarakat, ditambah geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dampak geopolitik tersebut menyebabkan sejumlah harga pangan dan energi melonjak lebih tinggi yang menyulut inflasi. 

Bahkan menurutnya negara anggota G20 turut mewaspadai hal tersebut, karena dampaknya diperkirakan akan terasa hingga 2024. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 berkumpul untuk keempat kalinya tahun ini di Washington DC, Amerika Serikat pekan lalu. 


Dalam pertemuan tersebut anggota G20 berembuk untuk menyusun kebijakan yang bisa mengatasi tiga masalah utama yang menjadi perhatian, yakni inflasi tinggi, risiko resesi dan tekanan di sistem keuangan.

Baca Juga: Strategi Pemerintah Gunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk Sumber Pembiayaan APBN

“Ini adalah konteks yang sedang akan terus kita kelola hari ini dan tahun 2023. Bahkan kemarin pembahasan (G20) persoalan kompleks ini akan berlanjut ke 2024,” tutur Sri Mulyani dalam Seminar Nasional dan Konferensi tentang Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Pembangunan Berkelanjutan, Rabu (19/10).

Menurutnya, ancaman resesi perekonomian global juga disebabkan kenaikan biaya dana dan gagal bayar di beberapa negara yang sudah dalam posisi exposure utang cukup besar.

Kemudian ruang kebijakan fiskal dan moneter di negara sudah hampir habis karena dipakai dalam krisis keuangan 2008 hingga 2009 dan dipakai lagi untuk mengatasi pandemi.

“Seberapa banyak negara yang akan masuk ke dalam krisis default yang kemudian muncul ke dalam bentuk krisis ekonomi,” jelasnya. 

Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Strategi Pemerintah Hadapi Ancaman Resesi Global Tahun Depan

Kondisi ini bahkan menyebabkan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di seluruh negara dunia. Tak hanya terjadi di negara berkembang saja, negara maju juga ikut mengalami hal yang sama.

Menurut dia, revisi itu juga terjadi akibat guncangan yang menimpa anggaran pendapatan dan belanja negara semua negara imbas gejolak perekonomian global. Adapun kondisi tersebut membuat negara-negara dipaksa untuk mengubah postur anggaran pendapatan dan belanja negara.

“Saat ini juga ada gejolak harga komoditas. Harga komoditas cenderung tinggi, tapi tidak berarti dia stabil tinggi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli