KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan antar Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 di Fukuoka, Jepang sejak Sabtu (8/6) lalu, yang dilanjutkan pertemuan pada hari ini (9/6). Melalui foto kegiatan yang diunggah oleh Sri Mulyani melalui akun instagramnya, Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 tengah membahas lima situasi ekonomi yang dihadapi negara anggota G20.
Pertama, membahas masalah
international taxation. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai kemajuan kerjasama internasional untuk mencegah penghindaran pajak melalui
Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang dimulai sejak 2012.
"Termasuk penanganan perlakuan perpajakan untuk kegiatan ekonomi digital," ujar Sri Mulyani melalui akunnya, Minggu (9/6). Digital ekonomi mengubah model bisnis yang menghilangkan kehadiran fisik suatu perusahaan. Akibatnya pemerintah sulit melakukan perhitungan kewajiban pajak. Sehingga perlu adanya sistem pajak baru yang inklusif dan adil.
Kedua, mereka juga membahas mengenai
global imbalances alias kondisi di mana beberapa negara memiliki neraca transaksi berjalan yang surplus seperti China dan neraca transaksi berjalan yang defisit seperti Amerika Serikat (AS).
Global imbalances memicu sentimen anti perdagangan internasional dan munculnya proteksionisme baik dari sisi perdagangan maupun arus modal. "Pengawasan komponen
imbalances seperti ekspor dan impor barang serta jasa, serta keseimbangan arus modal dan
income serta komposisi investasi global, juga memahami sumber
imbalances seperti kebijakan fiskal sangat penting untuk mencegah
sudden reversal dan volatilitas," imbuh Sri Mulyani.
Ketiga, terkait perubahan demografi di negara yang sudah semakin menua dan implikasi kebijakannya. Demografi di negara yang semakin tua dihadapkan pada permasalahan beban fiskal, kemampuan dana pensiun, kebutuhan kesehatan dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Sehingga negara dengan demografi muda perlu menciptakan kesempatan kerja dan investasi sumber daya manusia (SDM) seperti pendidikan, pelatihan dan kesehatan.
Keempat terkait dengan infrastruktur
investment. Dalam hal ini negara anggota G20 diharapkan dapat saling belajar untuk membantu pembangunan infrastruktur secara baik dan berkualitas dan
sustainable serta mampu membangun
asset class untuk pembiayaan yang makin beragam dan efisien.
Kelima, mereka juga membahas fragmentasi pasar keuangan, inovasi finansial dan
fintech serta kerjasama anti
money laundering dan
financing terorism. Kemajuan teknologi dan munculnya inovasi produk, instrumen dan infranstuktur keuangan menyebabkan tantangan terhadap regulasi, pengawasan dan keamanan bagi masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli