Sri Mulyani Sebut Stagflasi Hantui Perekonomian Indonesia



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan meski perekonomian Indonesia mulai pulih dari pandemi Covid-19, namun tantangan dan risiko baru perlu diwaspadai dan diantisipasi.

Menurutnya, perang Rusia-Ukrauna menciptakan dampak harga-harga komoditas yang melonjak tinggi. Meski Indonesia sebagai negara yang memproduksi banyak komoditas memang diuntungkan, namun ada konsekuensi inflasi melonjak sangat tinggi.

“Sebagai bendahara negara, saya menyampaikan dibalik kelihatan Indonesia baik-baik saja menikmati berbagai hal pertumbuhan yang pulih, mobilitas masyarakat, neraca pembayaran yang bagus dan berharap ini bisa kita jaga terus. Di luar sana global economic environment tidak baik-baik saja. Perang di Ukraine is not about perang di Ukraine,” ujar Sri Mulyani dalam Webinar Perempuan Tangguh dalam Ekspor Berkelanjutan, Jumat (20/5).


Sri Mulyani mengatakan, bahkan negara Jepang yang menjadi langganan deflasi kini harus melihat dan merasakan kenaikan harga-harga komoditas. Menurutnya, kenaikan harga yang normal itu baik untuk produser, namun kenaikan harga yang ekstrem dinilai melukai baik produser maupun dari sisi permintaan.

Baca Juga: Rupiah Spot Dibuka Menguat 0,54% ke Level Rp 14.640 Per Dolar AS pada Jumat (20/5)

Sehingga inflasi yang tinggi harus segera ditangani, salah satunya adalah instrumen moneter dengan menaikkan suku bunga dan memperketat likuiditas. Namun Sri Mulyani mengatakan, inflasi yang tinggi dan percepatan pengetatan kebijakan moneter tersebut dampaknya bisa menghasilkan pelemahan ekonomi atau bahkan resesi.

“Jadi kombinasi antara inflasi tinggi dan pelemahan ekonomi menghantui ekonomi dunia, itu yang disebut stagflasi” tegas Sri Mulyani.

Menurutnya, pergeseran risiko, tantangan inflasi, dan pengetatan moneter di tengah tren pemulihan ekonomi menimbulkan situasi pilihan kebijakan (policy trade-off) yang sangat sulit.

Pilihan kebijakan tersebut adalah apakah mengatasi inflasi dengan mengembalikan stabilitas harga yang berarti resesi atau tetap mendukung menjaga pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dengan inflasinya tetap tinggi.

Baca Juga: Soal Kebijakan Suku Bunga, Bank Sentral Thailand (BOT) Tidak Mau Mengekor The Fed

“Kalau dalam peribahasa Indonesianya gampang, kamu mau sebelah kiri bapak kamu dimakan harimau atau sebelah kanan ibu kamu dimakan buaya. Dua-duanya tidak ada opsi yang mudah,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli