Sritex dan anak usaha dapat tiga gugatan PKPU, utang pada dua perkara Rp 106,4 miliar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) beserta anak usaha dan perusaan afiliasinya tengah tersangkut sejumlah gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Gugatan pertama datang dari CV Prima Karya yang ditujukan kepada Sritex beserta tiga anak usahanya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

CV Prima Karya yang merupakan kontraktor pembangunan pabrik Sritex dan pabrikselama beberapa tahun terakhir mengajukan gugatan ini pada Senin, 19 April 2021. Berdasarkan keterbukaan informasi Sritex, Senin (26/4), nilai pinjaman dalam PKPU I adalah sebesar Rp 5,5 miliar.

Kemudian, pada Selasa, 20 April 2021, PT Bank QNB Indonesia Tbk juga mengajukan gugatan permohonan PKPU terhadap Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto beserta istrinya, Megawati dan perusahaan berelasi dengan Sritex, yakni PT Senang Kharisma Textile. PT Senang Kharisma Textile merupakan perusahaan sepengendali dengan Sritex yang juga berbasis di Jawa Tengah.


"Jumlah pinjaman sehubungan dengan PKPU II ini adalah sebesar Rp 100,90 miliar miliar," kata manajemen Sritex dalam surat kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) tanggal 26 April 2021 yang ditandatangani Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Severino.

Baca Juga: Sritex (SRIL) Tak Bayar Bunga Kredit Sindikasi, Fitch Pangkas Peringkat Utangnya ke C

Berdasarkan pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Arnold, kuasa hukum Bank QNB Indonesia dari kantor hukum Swandy Halim & Partners mengatakan, gugatan PKPU berawal dari utang Senang Kharisma Textile kepada Bank QNB. Menurut Arnold, pada 2018, Bank QNB memberikan pinjaman kepada Senang Kharisma Textile berupa revolving credit facility sebesar Rp 100 miliar.

Pada perkembangannya, Senang Kharisma Textile menunggak pembayaran bunga utang dan denda. Karena Senang Kharisma Textil tidak juga membayar bunga dan denda tersebut, maka seluruh utang Senang Kharisma Textile menjadi jatuh waktu dan dapat ditagih pembayarannya seketika sesuai kesepakatan dalam perjanjian kredit.

Meskipun begitu, Senang Kharisma Textile tidak juga membayar utangnya kepada Bank QNB. Itu sebabnya, Bank QNB mengajukan PKPU kepada Senang Kharisma Textile. Sementara Iwan Setiawan juga turut digugat karena memberikan jaminan pribadi alias personal guarantee (PG) kepada Bank QNB atas pinjaman tersebut.

Tak berhenti sampai di situ, pada Rabu, 21 April 2021, perusahaan afiliasi Sritex, yakni PT Rayon Utama Makmur (PT RUM) kembali memperoleh gugatan PKPU di PN Semarang. Kali ini gugatan diajukan oleh PT Indo Bahari Express.

Asal tahu saja, Rayon Utama Makmur merupakan produsen serat (rayon) stapel buatan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah. Berdasarkan laporan keuangan Sritex per Desember 2020, Rayon Utama Makmur memiliki pengendali yang sama dengan Sritex. PT RUM menjual serat rayon kepada Sritex, sementara Sritex menjual pakaian jadi kepada PT RUM.

Sementara itu, berdasarkan penelusuran Kontan.co.id, PT Indo Bahari Express adalah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan logistik yang berbasis di Jawa Tengah. 

Baca Juga: Perusahaan afiliasi Sritex kembali terkena gugatan PKPU di PN Semarang

Akan tetapi, tidak disebutkan duduk perkara yang membuat Indo Bahari Express mengajukan permohonan PKPU atas PT RUM.

Sebelumnya, pada 24 Maret 2021, PT RUM juga memperoleh gugatan PKPU di PN Semarang yang diajukan oleh PT Swadaya Graha. Akan tetapi, dalam putusan akhirnya pada 12 April 2021, majelis hakim menolak permohonan pemohon PKPU dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara Rp 2.239.000, serta menolak eksepsi tergugat.

Sebagai informasi, PT Swadaya Graha merupakan perusahaan yang 33,06% sahamnya dimiliki oleh PT Semen Indonesia Tbk. Swadaya Graha bergerak di bisnis pabrikasi dan jasa konstruksi, termasuk instalasi pipa dan listrik serta penyewaan alat berat.

Selanjutnya: Bos Sritex (SRIL) Iwan Lukminto Digugat PKPU oleh Bank QNB, Ini Penyebabnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi