Sritex minta restrukturisasi kreditnya diperpanjang, begini kata kreditur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyatakan, saat ini proses restrukturisasi kredit sindikasi senilai US$ 350 juta berada dalam tahap diskusi dan pengkajian dengan financial advisor dan legal advisor. Hal ini sebelumnya telah dikemukakan oleh Sritex dalam keterbukaannya dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) 15 April 2021 lalu. 

Melalui surat yang ditandatangani Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk Welly Salam, emiten berkode saham SRIL ini meminta BEI memberikan ruang dan waktu agar perusahaan dapat mencapai keputusan yang terbaik bagi semua pihak. 

"Kami juga memastikan bahwa hingga saat ini, perusahaan masih memenuhi financial covenant yang diberikan oleh setiap kreditur perusahaan berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020," ungkap Welly, Kamis (15/4).


Asal tahu saja, Sritex memang dikabarkan tengah meminta perpanjangan tenor selama dua tahun untuk kredit sindikasi tersebut. Adapun utang tersebut bakal jatuh tempor pada 2022. Hal ini telah diajukan Sritex ke perusahaan pembiayaan pada 2 November 2020 lalu. 

Baca Juga: Proses restrukturisasi pinjaman US$ 350 juta masih berlanjut, ini penjelasan Sritex

Kemudian, pada 2 Februari 2021, Mandated Lead Arranger dan Bookrunner (MLAB) yang terdiri dari Citibank, DBS, dan HSBC meminta perpanjangan batas waktu pemberian tanggapan, dari 2 Februari 2021 menjadi 1 Maret 2021. Perpanjangan waktu tanggapan ini merupakan permintaan dari beberapa pemberi pinjaman karena memerlukan waktu tambahan untuk proses administrasi.

Lalu, pada 3 Maret 2021, sebanyak 60% pemberi pinjaman sindikasi menyetujui perpanjangan tenor pinjanan selama dua tahun tersebut. 

"Terkonfirmasi perpanjangan sebesar US$ 205 juta dan dalam proses administratif berupa dokumen dan legalisasi dengan rencana penandatanganan pada 19 Maret 2021," tutur Welly.

Akan tetapi, pada tanggal 19 Maret 2021, MLAB memutuskan untuk menunda penandatanganan perpanjangan tenor tersebut dengan alasan kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Menurut manejemen Sritex, penundaan penandatanganan ini menyebabkan ketidakpastian bagi perusahaan dan para pemberi pinjaman sindikasi.

Dalam laporan keuangan tahun 2020, emiten bersandi bursa SRIL ini memang memiliki beberapa utang jangka pendek ke beberapa bank di dalam negeri. 

Antara lain kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai US$ 12,16 juta. Lalu dari PT Bank DKI sebesar US$ 10,63 juta, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sebesar US$ 7,9 juta, PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) sebesar US$ 5 juta. Dan kepada PT Bank DBS Indonesia mencapai US$ 4,42 juta dan Bank Emirates NBD US$ 2,63 juta. 

Beberapa bank lain juga tercatat menjadi kreditur Sritex. Antara lain PT Bank HSBC Indonesia, PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB), PT Bank QNB Indonesia Tbk, PT Bank Muamalat Indonesia, MUFG Bank Ltd, Standard Chartered Bank, Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd dan Bank of China (Hong Kong) Limited. 

Baca Juga: Fitch Pangkas Lagi Rating Sritex (SRIL) ke CCC di Tengah Ketidakpastian Refinancing

Dari sederet bank tersebut, tercatat jumlah utang jangka pendek Sritex di tahun 2020 lalu mencapai US$ 277,51 juta. Bank HSBC Indonesia tercatat menjadi kreditur terbesar dengan nilai pinjaman mencapai US$ 42,84 juta, yang disusul oleh Bank BJB sebesar US$ 38,89 juta. 

Kontan.co.id mencoba menghubungi beberapa bank atau kreditur yang ikut melakukan pembiayaan kepada perusahaan tekstil tersebut. Namun, hingga berita ini ditulis, pihak bank belum memberikan komentar perihal status kredit di Sritex. 

Corporate Affairs Citi Indonesia, Tito Pasaribu menyebut pihaknya masih membutuhkan waktu untuk memberikan data terbaru mengenai pemberitaan tersebut. 

Sementara itu, EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn belum dapat menyajikan rincian terkait kredit kepada salah satu debiturnya tersebut.

"Perihal informasi tersebut, berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang berlaku, kami tidak bisa memberikan informasi detail," katanya, Senin (19/4). 

Namun, BCA mengatakan bahwa pada dasarnya dalam menjalan bisnis operasional perbankan, BCA tentunya telah berkomitmen untuk menyalurkan kredit secara prudent. Termasuk mengkaji peluang, risiko serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian. 

Selanjutnya: Sritex (SRIL) dan Pan Brothers (PBRX) Berjibaku Menghadapi Utang Jatuh Tempo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi