SSIA memperkuat bisnis perhotelan



JAKARTA. Demi menggenjot pendapatan berulang, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) memperkuat ekspansi bisnis hotel. Tahun ini, SSIA berniat membangun empat hotel setara bintang tiga dalam jaringan Batiqa Hotels dengan nilai total investasi Rp 350 miliar.

Kelak, Batiqa Hotels pertama berlokasi di Cirebon, Jawa Barat. Hotel ini akan diresmikan pada Maret atau April nanti. Kemudian, SSIA akan meluncurkan Batiqa Hotels di Jababeka, Palembang, dan Pekanbaru. "Batiqa Cirebon akan lebih dulu diresmikan pada Maret-April tahun ini," ungkap Erlin Budiman, Head of Investor Relations SSIA kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.

Untuk membangun keempat hotel tersebut, SSIA akan menggunakan sumber pendanaan dari kas internal dan pinjaman bank. Perinciannya, sebesar 50% pinjaman bank dan 50% ekuitas perusahaan. Erlin menjelaskan, nilai investasi untuk satu hotel mencapai Rp 80 miliar.


Batiqa Hotels Cirebon meliputi 100 kamar. Dengan harga rata-rata sewa Rp 500.000-Rp 550.000 per kamar per malam, manajemen SSIA menargetkan tingkat okupansi hotel berbintang tiga ini sekitar 60%-70% pada tahun pertama beroperasi.

Selain di Cirebon, SSIA akan membangun tiga hotelnya pada tahun ini. Setiap hotel memiliki kapasitas sekitar 100 unit-150  unit kamar. Namun, Erlin belum bisa menyebutkan kapan ketiga hotel itu akan diresmikan. 

Pada tahun depan, SSIA siap menambah dua unit hotel lagi, berlokasi di Lampung dan kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. "Investasi keduanya sekitar Rp 150 miliar," ungkap Erlin.

Kelak, keenam hotel ini merupakan bagian dari 40 hotel setara bintang tiga yang bakal dibangun SSIA dalam lima tahun mendatang. Untuk rencana ini, SSIA menyiapkan Rp 3 triliun yang bersumber dari pinjaman bank, kas internal, dan mitra strategis.

Saat ini, SSIA sudah memiliki empat hotel, yakni Gran Melia Jakarta, Melia Bali Hotel, Banyan Tree Ungasan Resort, dan Batiqa Hotel & Apartment Karawang.

Bisnis Grand Melia Jakarta pada tahun lalu terkena efek negatif pembangunan kembali gedung perkantoran SSI Towers. Alhasil, tingkat hunian atau okupansinya melorot menjadi 50% daripada tahun 2013 yang sebesar 53,9%. Rata-rata tarif sewa atau average room rate (ARR) hotel ini US$ 117,49. 

Tingkat okupansi Melia Bali Hotel tahun lalu naik menjadi 80%, dari tahun sebelumnya 78,2%. Sedangkan, ARR hotel ini mencapai US$ 107,2, turun dari US$ 108. Adapun, tingkat okupansi Bayan Tree Ungaran Resort pada 2014 mencapai 61,5% dengan tarif sewa Rp 527.000. Tingkat okupansi ini naik dari 57,3% di tahun 2013.

Sementara, Batiqa Hotel & Apartment Karawang yang diresmikan pada Maret 2014 mencatatkan okupansi 59,3% dengan  ARR sebesar Rp 500.000.

Kendati berniat meresmikan Batiqa Hotels Cirebon pada Maret nanti serta tiga hotel lainnya pada tahun ini, SSIA masih menargetkan recurring income 2015 tumbuh 15%, atau sama seperti tahun sebelumnya. "Pada tahun pertama beroperasi, tingkat okupansi hotel yang akan diresmikan pada tahun ini pasti masih kecil," tutur Erlin.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, pembangunan hotel memang bisa meningkatkan recurring income atau pendapatan berulang. Hal ini cukup positif ketimbang mengandalkan penjualan lahan karena landbank akan cepat habis. Apalagi, akuisisi lahan membutuhkan dana besar.

Tapi, Hans melihat, SSIA menghadapi potensi penurunan tingkat okupansi hotel. Sebab, pemerintahan Presiden Joko Widodo melarang pejabat negara menggelar rapat di hotel. "Ini menjadi tantangan SSIA," ujar dia. Harga saham SSIA kemarin naik 3,52% menjadi Rp 1.325 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto