Stabilitas jauh lebih penting



Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI 7-DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6% pada pertemuan kemarin. Jika diakumulasi, BI telah menaikkan suku bunga sebanyak enam kali sebesar 175 bps hingga November 2018.

Saya menilai keputusan ini sudah cukup tepat. Seandainya suku bunga tidak dinaikkan, maka akan jadi sentimen negatif bagi investor, karena defisit transaksi perdagangan besar sekali.

Realisasi defisit neraca transaksi berjalan (CAD) pada kuartal III-2018 juga melebar menjadi US$ 8,8 miliar, setara 3,37% dari PDB. Padahal, pemerintah menargetkan defisit berjalan di bawah 3% tahun ini dan 2,5% tahun depan.

Target tersebut kemungkinan tidak bisa tercapai. Karena itu, menaikkan suku bunga menjadi alat terbaik untuk mengurangi beban saat ini. Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas perekonomian.

Kenaikan suku bunga memang akan menurunkan daya beli masyarakat dan membebani pendanaan perusahaan. Tapi menurut saya, ini jauh lebih penting dibanding mengejar pertumbuhan terlebih dahulu. Pertumbuhan ekonomi bisa dikejar jika keadaan sudah membaik atau stabil.

Keputusan ini terlihat berdampak positif bagi rupiah. Sementara pada pada sektor saham yang akan terkena efek negatif adalah sektor properti.

Hingga akhir tahun saya menilai rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.500–Rp 15.500 per dollar AS. Sedang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa kembali ke 6.000.

David Sumual Kepala Ekonom BCA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi