KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejatuhan nilai TerraUSD (UST) dari nilai patokannya, US$ 1, telah menyebabkan kekhawatiran terhadap fundamental
stablecoin yang lain. Bahkan Tether (USDT) yang merupakan
stablecoin dengan
market cap terbesar rupanya juga terkena imbasnya. Merujuk Coinmarketcap, pada 12 Mei silam, USDT sempat drop 3 sen menjadi US$ 0,97. Bahkan semenjak kejatuhan tersebut, USDT belum kembali ke level US$ 1, kini USDT masih berada di level US$ 0,99. Sebagai
stablecoin yang seharusnya mempunyai nilai tetap sebesar US$ 1, jatuhnya harga Tether akhirnya mendorong terjadinya pencairan dana. Tercatat, investor telah menarik dananya lebih dari US$ 7 miliar atau sekitar Rp 102,4 triliun dari Tether sejak kejatuhan harga tersebut.
Baca Juga: Pasar Mulai Stabil, Harga Bitcoin Kembali Masuk Fase Konsolidasi Trader Tokocrypto Afid Sugiono menjelaskan, sentimen negatif dari runtuhnya TerraUSD (UST) yang menjadi biang keraguan investor pada
stablecoin, termasuk USDT. Kekhawatiran terhadap penurunan nilai
stablecoin yang nilai peg-nya sudah tidak sesuai akhirnya mendorong investor untuk melakukan aksi jual. “Terlepas dari ketakutan seperti itu, USDT masih bisa dengan andal memulihkan patoknya terhadap dolar AS. Terbaru, Tether melalui akun twitter-nya sudah melaporkan cadangan asetnya dalam upaya untuk meredakan ketakutan banyak pengguna,” ujar Afid kepada Kontan.co.id, Jumat (20/5). Sebagai informasi, melalui twitternya, Tether menyatakan kepemilikannya atas Treasury AS naik 13% menjadi US$ 39,2 miliar pada kuartal I-2022. Jumlah surat berharga pinjaman jangka pendek kepada perusahaan yang dimiliki Tether juga turun 17% menjadi US$ 20,1 miliar pada periode tersebut, bahkan sudah turun lagi 20% sejak 1 April.
Baca Juga: Menerawang Nasib Stablecoin Setelah Harga UST dan USDT Turun Sementara dari sisi fundamental, Afid melihat kondisi USDT saat ini masih baik, terlebih lewat pengumuman tersebut. Dengan
market cap yang lebih dari US$ 74 miliar berdasarkan CoinMarketCap, maka USDT masih aman karena punya cadangan aset dilaporkan lebih dari US$ 82 miliar. Lalu, dari sisi likuiditas, USDT lebih unggul ketimbang USDC dan
stablecoin lainnya karena punya jumlah pasokan beredar yang lebih banyak. Hal ini membuat USDT lebih mudah untuk ditemukan di berbagai perdagangan aset kripto. Selain itu, dari sisi volume perdagangan global, USDT juga lebih tinggi dibandingkan dengan
stablecoin lainnya, termasuk USDC. Oleh sebab itu, Afid secara umum meyakini
stablecoin masih akan menjadi aset kripto yang teraman dengan tingkat volatilitas yang rendah. Namun, dari berbagai jenis
stablecoin, mekanisme algoritmik masih bisa dipertanyakan inovasinya, terlebih dengan apa yang terjadi pada TerraUSD yang membuktikan
stablecoin algoritmik belum bisa sukses.
Baca Juga: Ingin Berinvestasi di Jam Tangan Mewah, Simak Rekomendasi Perencana Keuangan Berikut “
Stablecoin masih bisa menjadi media investasi yang baru bagi pasar, tapi
stablecoin yang dijamin atau dipatok dengan cadangan uang fiat masih menjadi yang terbaik.
Stablecoin jenis ini juga ada proses audit untuk menjaga keseimbangan dan transparansinya,” imbuh Afid.
Sementara untuk
stablecoin dipatok dengan kripto atau menggunakan mekanisme algoritmik, punya kelemahan saat market sedang
bearish. Afid menyebut,
stablecoin tersebut bisa tertekan dan perusahaan penerbitnya akan memberikan insentif untuk menjaga nilainya dari dana cadangan. Oleh karena itu, dia mengingatkan para investor untuk harus selalu melakukan riset sebelum memulai investasi aset kripto, termasuk mereka yang tertarik dengan
stablecoin. Untuk risiko yang rendah bisa memilih
stablecoin yang didukung atau dijamin dengan uang fiat. Selain itu,
background perusahaan penerbit dan rekam jejaknya di dunia kripto juga harus diperhatikan. “
Stablecoin masih menarik perhatian terlebih saat market sedang
bearish, karena stabilitas harganya yang dikaitkan dengan aset pendukungnya.
Stablecoin umumnya juga ada di platform DeFi yang memiliki pemasukan tinggi dari suku bunga yang didapat dari pinjaman
stablecoin yang ada di pasar aset kripto,” tutup Afid. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati