KONTAN.CO.ID - Jakarta. Staf Khusus Kedeputian 2 Kantor Staf Presiden (Stafsus Kedeputian 2 KSP), Brian Sriprahastuti, membantah telah mengusulkan pelabelan informasi kandungan BPA pada kemasan berbahan polikarbonat (PC) dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) tentang Label dan Iklan Pangan. Dia mengatakan tidak pernah mengeluarkan keterangan tertulis mengenai pelabelan BPA ini. “Soal pelabelan BPA yang mana. Keterangan tertulis yang mana? Saya tidak pernah mengeluarkan keterangan tertulis mengenai pelabelan BPA,” ujarnya Rabu (6/7) saat dikonfirmasi perihal adanya keterangan tertulisnya terkait pelabelan BPA. Dia menegaskan bahwa pada Rabu (7/6) dirinya sedang melakukan kegiatan verifikasi lapangan (Verlap) di Tebing Tinggi Sumut. “Posisi saya tanggal 7 Juni sedang verlap di Tebing Tinggi Sumut. Jadi, tidak mungkin saya mengeluarkan pernyataan seperti itu dalam keterangan tertulis. Saya tegaskan, saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan tertulis terkait hal itu,” tandasnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Kedeputian 2 Kantor Staf Presiden, Brian Sriprahastuti, diberitakan mengusulkan pelabelan informasi kandungan BPA pada kemasan berbahan polikarbonat (PC) dimasukkan ke dalam revisi peraturan pemerintah (PP) tentang Label dan Iklan Pangan. Hal ini disebutkan disampaikan Brian pada pertemuan Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM UI) dengan KSP. "Jika hal ini akan diangkat, sebaiknya tidak usah membuat peraturan baru, tetapi diusulkan masuk dalam bagian PP tentang label iklan pangan," kata Brian dalam keterangan tertulis, Rabu (7/6/2023). Brian mengatakan sejak tahun 2018, KSP sedang menyusun draf revisi PP tentang label iklan pangan. Namun, proses penyusunan revisi tersebut belum selesai karena harus melibatkan berbagai sektor terkait. Dia menambahkan, PP tentang Label dan Iklan Pangan tidak hanya menyangkut masalah kesehatan, tetapi juga sektor perdagangan yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perdagangan. Menurutnya, sejauh ini masalah pelabelan masih sebatas pada pencantuman kandungan gizi dan belum menyentuh pada pencantuman kandungan substansi tertentu pada kemasan suatu produk. Hal serupa dimana narasumber dikutip dalam pemberitaan terkait BPA ini juga pernah dialami Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Tulus saat itu kaget melihat pemberitaan yang mencatut namanya terkait isu Bisfenol A (BPA). Dia disebut telah mengeluarkan pernyataan resmi pada 20 Desember 2022 yang mengatakan sangat tidak masuk akal klaim di sosial media yang membandingkan konsumsi rutin minum air 8 gelas sehari dari galon bekas pakai dengan makan makanan kaleng yang justru lebih jarang dilakukan. Dalam pemberitaan itu, Tulus juga disebut mengatakan bahwa kedua kemasan tersebut mengandung senyawa berbahaya BPA, tetapi minum dari galon bekas pakai justru jauh lebih berbahaya karena frekuensinya rutin setiap hari dan terakumulasi dalam tubuh manusia selama bertahun-tahun.
“Jika dibandingkan, bahaya kontaminasi BPA pada galon guna ulang justru 8 kali lebih besar daripada makanan kaleng, membandingkan keduanya saja sudah sulit diterima akal sehat. Seperti sudah kami tegaskan sebelumnya, terkait keamanan pangan, negara sudah hadir dalam konstitusi yang mengatur berbagai produk regulasi, termasuk UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan dan UU Kesehatan, PP Label dan Iklan Pangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang mencatut Namanya sebagai narasumber. Saat itu dia pun membantunya dan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan wawancara dengan media terkait isu BPA yang membanding-bandingkan antara kemasan galon dan makanan kaleng. "Saya tegaskan bahwa rilis tersebut adalah palsu, karena pada hari itu saya sama sekali tidak membuat rilis dengan tema dimaksud. Dan tidak ada rilis apapun yang saya buat pada hari itu," kata Tulus 21 Desember lalu. Sebelumnya pengamat hukum persaingan usaha, Prof Ningrum Sirait mengatakan bahwa pemerintah perlu berhati hati dalam membuat sebuah regulasi agar tidak merugikan masyarakat, termasuk rencana pelabelan BPA pada galon yang tidak ada urgensinya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Indah Sulistyorini