JAKARTA. Standard Chartered Bank (Stanchart) ternyata tidak memberikan izin restrukturisasi utang senilai US$ 1 miliar kepada PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) secara cuma-cuma. Alexander Ramlie, Presiden Direktur BORN menuturkan, pihaknya juga mesti memberikan 4% saham perusahaan batubara yang dikendalikan Samin Tan itu kepada Stanchart. Caranya, BORN nantinya akan menggelar
rights issue sebesar 4% dari modal disetor dan ditempatkan, untuk kemudian diserap oleh Stanchart. "Ini sebagai insentif atas proposal restrukturisasi utang yang kami ajukan. Kalau tidak kita berikan (insentif) ini, restrukturisasi tidak akan diberikan Stanchart," jelas Alexander dalam paparan publik di Jakarta, Kamis (16/10).
Penerbitan saham baru direncanakan BORN digelar akhir tahun ini. Sebagai informasi, kesepakatan tersebut ditandatangani BORN dan Stanchart pada 24 Maret 2014 dalam perjanjian perubahan dan pernyataan kembali. Beberapa perubahan yang disepakati antara lain perpanjangan tenor pinjaman. Seharusnya, pinjaman yang ditarik pada Januari 2012 dan kini tersisa sebanyak US$ 800 juta ini jatuh tempo pada 2016 mendatang. Namun, di perjanjian baru ini disepakati jatuh tempo menjadi 15 Januari 2019. Kenneth R. Allan, Direktur Keuangan BORN menambahkan, restrukturisasi itu juga membuat jumlah cicilan utang akan lebih kecil di empat tahun awal dan baru akan meningkat di tahun jatuh tempo. Pada 2015 hingga 2018, BORN mesti mencicil utang senilai US$ 100 juta. Sementara pada tahun jatuh tempo, yakni 2019, BORN mesti membayar pokok utang senilai US$ 400 juta. Untuk melunasi utang itu, BORN akan menggunakan kas internal, menjual alat berat dan mengandalkan dividen dari Asia Resources Mineral Pls (ARMS). Tahun lalu, BORN memang mendapatkan dividen senilai US$ 112 juta dari ARMS. "Stanchart langsung mengambil dividen itu sebanyak US$ 87 juta, sisanya untuk belanja modal perusahaan," jelas Allan. Sebagai bagian dan restrukturisasi, BORN menjadikan kepemilikan 54,15 juta saham ARMS sebagai jaminan pelunasan utang kepada Stanchart. Sedianya, pinjaman dengan total nilai US$ 1 miliar ini dijamin dengan saham dan aset anak-anak usaha BORN. Adapun, anak usaha BORN yang dimaksud adalah PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dan PT Borneo Mining Services (BMS). Restrukturisasi ini dilakukan menyusul kondisi keuangan BORN yang kian memburuk. Bahkan, perusahaan yang digawangi Samin Tan ini telah melakukan pelanggaran kovenan (syarat yang menjadi batas) pinjaman.
Standard Chartered menyaratkan, ekuitas BORN harus dijaga di angka US$ 800 juta. Namun, sejak akhir 2012, nilai ekuitas terus terkikis. Bahkan, per September 2013, jumlah ekuitas perseroan tersisa US$ 183,13 juta. Selanjutnya, BORN harus mempertahankan posisi rasio utang terhadap laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) sebesar 3,5 kali di akhir 2012. Di tahun 2013, syaratnya tidak boleh lebih dari 3 kali. Sedangkan, tahun 2014-2016, rasio itu tidak bisa lebih besar dari 2,5 kali. Terhitung per akhir 2012, rasio utang terhadap EBITDA BORN sudah melebihi 4,48 kali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia