KONTAN.CO.ID - Di tengah pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan akan melambat tahun ini, Standard Chartered percaya bahwa ASEAN akan tetap menjadi titik terang dan memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di atas perkiraan konsensus. Ini merupakan sejumlah poin yang disampaikan dalam laporan Standard Chartered Global Focus – Economic Outlook 2023. Adapun isi laporan tersebut disampaikan pada acara tahunan Global Research Briefing (GRB) H1 2023 untuk Indonesia hari ini. Acara GRB tahun ini dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto serta sambutan melalui video dari Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati. Acara ini juga dihadiri oleh para pemangku kepentingan Bank, termasuk perwakilan pemerintah, lembaga keuangan internasional dan nasional, serta para pelaku usaha.
Turut hadir mewakili Standard Chartered dalam penyampaian proyeksi ekonomi global dan domestik adalah Edward Lee, Chief Economist, ASEAN and South Asia, Standard Chartered; Divya Devesh, ASIA FX Strategist, Standard Chartered; dan Aldian Taloputra, Senior Economist, Standard Chartered Indonesia. Sejumlah bank-bank sentral di seluruh dunia diperkirakan akan mengambil kebijakan moneter yang ketat pada tahun ini, dan Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan PDB global di tingkat moderat sebesar 2,5% di tahun 2023, atau melambat dari perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,4% untuk tahun 2022. Sejumlah hambatan yang dihadapi banyak negara di tahun 2022 kemungkinan besar akan berlanjut di beberapa bulan mendatang. Standard Chartered memperkirakan pemulihan baru akan terjadi di paruh kedua tahun ini. Menahan laju inflasi tetap akan menjadi prioritas utama bagi bank sentral di negara maju – terutama The Fed Amerika Serikat dan Bank Sentral Eropa (ECB), yang masih akan memberlakukan kebijakan moneter yang ketat dalam upaya menurunkan inflasi yang didorong oleh permintaan. Pendekatan restriktif tersebut kemungkinan akan mendorong Amerika Serikat dan ekonomi Zona Euro (termasuk Inggris) ke dalam resesi. Adapun Zona Euro dan Inggris mungkin sudah mencapai titik tersebut; sementara perekonomian Amerika Serikat yang berada di posisi yang lebih kuat diperkirakan Standard Chartered akan masuk ke dalam resesi pada paruh pertama tahun 2023. Namun demikian, pertumbuhan perekonomian global diperkirakan akan meningkat di paruh kedua tahun 2023 setelah Amerika Serikat dan zona Euro keluar dari resesi yang relatif dangkal. Sementara itu, China akan menjadi pendorong penting bagi pemulihan global yang diharapkan terjadi di paruh kedua tahun ini, menyusul pertumbuhan yang lesu di tahun 2022 (Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan ekonomi di China sebesar 3,0% di tahun 2022). Tingkat konsumsi di China diperkirakan mulai pulih pada kuartal kedua seiring pelonggaran peraturan pembatasan kegiatan masyarakat terkait COVID di negara tersebut. Sebaliknya, kawasan ASEAN mengalami perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu setelah melewati tahun 2021 yang penuh tantangan, ketika pembatasan kegiatan masyarakat terkait COVID berdampak pada aktivitas ekonomi. Wilayah ini diperkirakan akan mengalami pemulihan yang berlanjut, khususnya pada konsumsi domestik, mobilitas tenaga kerja, dan pariwisata di tahun 2023. Sejalan dengan hal tersebut, Standard Chartered memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,1% pada tahun 2023, atau lebih tinggi dari perkiraan konsensus sebesar 4,9%. Aldian Taloputra, Senior Economist, Standard Chartered Indonesia menjelaskan bahwa, “Perekonomian Indonesia yang terfokus di dalam negeri, tingkat inflasi yang mereda, koreksi harga komoditas yang moderat, dan pengeluaran terkait Pemilu akan mendukung konsumsi.” “Investasi asing (FDI) di industri pengolahan mineral dan investasi publik di bidang infrastruktur akan terus mendukung peningkatan investasi. Kami rasa likuiditas yang cukup dapat memperlambat transmisi kebijakan moneter, dan meredam dampak negatif dari kebijakan moneter yang ketat terhadap perekonomian,” tambah Aldian. Perkiraan dari Standard Chartered ini juga sejalan dengan optimisme pemerintah Indonesia dalam menghadapi tahun 2023. Dalam sambutannya melalui video Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa, “Pemulihan ekonomi Indonesia menujukkan suatu prestasi yang baik karena sifatnya broad-based. Seluruh sisi produksi kembali pulih, bahkan sektor yang paling berdampak yaitu transport serta akomodasi makanan dan minuman mengalami pemulihan yang sangat tinggi pada tahun 2022 yang lalu. Di sisi lain, yakni permintaan, juga menunjukkan pemulihan yang didukung tidak hanya dari konsumsi namun juga dari sisi investasi dan ekspor.” Menteri Sri Mulyani selanjutnya menjelaskan bahwa, “Inilah prestasi sekaligus pencapaian yang membuat kita cukup optimis dalam menghadapi tahun 2023 ini. Di sisi lain, kita perlu terus untuk meningkatkan kewaspadaan. Pertumbuhan ekspor kita cukup tinggi dan menyebabkan neraca perdagangan di Indonesia mengalami tren surplus selama 32 bulan berturut-turut. Itu adalah prestasi namun juga harus membuat kita waspada, karena lingkungan global akan terus bergerak dan kemungkinan juga akan mempengaruhi ekspansi ekspor kita maupun dari sisi neraca perdagangan.” Sementara itu, dalam pemaparannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa, “Langkah pemerintah menghadapi tahun ini dipenuhi rasa optimisme, namun tetap waspada. Dalam memitigasi berbagai risiko tersebut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan utama. Dengan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, Perpu Cipta Kerja, dan pengaturan DHE diharapkan dapat memitigasi risiko stagflasi dengan memberikan kepastian hukum ditengah situasi yang tidak pasti. Hal ini menjadi pilar untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang memadai serta stabilitas keuangan dan nilai tukar.” Andrew Chia, Cluster CEO, Indonesia & ASEAN Markets (Australia, Brunei & the Philippines), Standard Chartered, mengatakan, “Kami sangat bersemangat melihat potensi berlanjutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seiring dengan fokus pemerintah Indonesia untuk mempercepat aspek digitalisasi dan keberlanjutan, Standard Chartered juga akan terus berinvestasi dalam teknologi dan inovasi untuk mendukung agenda tersebut.” “Standard Chartered kini telah membuka akses layanan keuangan bagi masyarakat yang masih berada dalam segmen underbank melalui solusi Banking-as-a-Service milik Standard Chartered. Terkait ini, kami telah berkerja sama dengan online marketplace Bukalapak serta perusahan e-commerce yang bergerak di bidang beauty product yakni Sociola,” tambah Andrew.
Andrew juga menjelaskan bahwa hingga akhir tahun 2022, Standard Chartered merupakan bookrunner yang paling banyak mendapat mandat terkait penerbitan obligasi pemerintah RI berdenominasi USD dalam 10 tahun terakhir, dimana Standard Chartered telah terlibat dalam 21 dari 32 penerbitan. Ini termasuk berperan sebagai Joint Bookrunner serta Joint Green and Structuring Advisor untuk penerbitan USD 1,75 miliar 4,40% Senior Unsecured Fixed Rate Sukuk yang akan jatuh tempo di tahun 2027. Ini merupakan penerbitan Sukuk USD terbesar dan Green Sukuk terbesar yang pernah diterbitkan secara global, dan telah melangalami oversubscription lebih dari 3 kali.
Baca Juga: Standard Chartered Memperkirakan Pertumbuhan PDB Global tahun 2023 Sebesar 2,5% Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti