Standardisasi Kemasan Dinilai Berpotensi Picu Kenaikan Rokok Ilegal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah memasukkan pasal mengenai penyeragaman kemasan pada produk tembakau berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.

Direktur Industri Minuman, Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan bahwa dengan adanya kemasan yang tidak memiliki identitas ini dapat membuat produk legal semakin tergerus. Sebab, akan membawa efek domino terhadap berjalannya industri.

Menurutnya, penyeragaman kemasan rokok akan memberikan peluang kepada rokok ilegal lebih leluasa beredar karena kemasan akan tampak sama, sehingga akan lebih susah membedakan rokok ilegal dengan rokok legal. Hal ini akan semakin merugikan kinerja industri hasil tembakau (IHT) legal.


Baca Juga: Strategi Bentoel Pertahankan Pangsa Pasar di Tengah Kenaikan Harga Jual Eceran 2025

"Jika peredaran rokok ilegal terus terjadi, dikhawatirkan akan semakin menggerus kinerja IHT baik dari pendapatan perusahaan, serapan tenaga kerja sampai dengan serapan bahan baku," ujarnya dalam keterangannya, Senin (23/12).

Sebelumnya, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah merumuskan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau). Pengaturan mengenai standardisasi kemasan menjadi bagian yang ditetapkan dan dituangkan pada rancangan RPMK Tembakau yang beredar.

Merri juga menyatakan bahwa negara berpotensi mengalami kerugian dari hilangnya pendapatan atas cukai produk tembakau. Menurutnya, rokok ilegal telah berdampak pada turunnya produksi IHT legal, terlihat dari utilisasi IHT yang menurun 16,08% sampai dengan bulan Juli 2024.

"Produksi IHT juga turun pada tahun 2022 sebesar 323 miliar batang, sedangkan 2023 sebesar 318 miliar batang atau turun sekitar 1,5%," terangnya.

Baca Juga: Penjualan Rokok Elektrik Terancam Kenaikan Harga Jual Eceran

Dia menegaskan, pendapatan negara dari cukai hasil tembakau harus terus dijaga. Pada 2023, jumlah pendapatan yang diterima mencapai Rp 213 triliun. 

Nilai ini tidak mencapai yang telah ditargetkan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 28 tahun 2022 tentang APBN Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp 227,21 triliun. Namun, pemerintah merevisi target tersebut pada 2023 menjadi Rp 218,7 triliun seiring dengan penurunan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).

Belum lagi, IHT juga melibatkan banyak pekerja yang menggantungkan hidupnya sebagai sumber penghasilan utama. Hal ini harus menjadi perhatian agar daya beli masyarakat tetap terjaga, di tengah target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.

"Situasi ini akan semakin merugikan kinerja IHT legal. Adanya kebijakan penyeragaman kemasan rokok kurang tepat dilakukan pada saat ini," ucapnya.

Baca Juga: Bantoel Khawatirkan Maraknya Rokok Ilegal Pasca Kenaikan Harga Jual Eceran 2025

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini Kemenkes masih melakukan koordinasi internal terkait penyusunan aturan turunan PP Kesehatan. RPMK Tembakau termasuk ke dalam salah satu aturan yang masih dikaji ulang, sambil mendengar masukan dari berbagai pihak.

"Semua masukan dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pengusaha, industri, hingga petani, kami pertimbangkan dalam menyusun aturan ini. Tujuan aturan ini memang ingin menjaga anak. Karena bonus demografi, kita tentunya ingin masuk ke dalam negara maju dengan kualitas sumber daya manusia yang sehat," tutupnya.

Selanjutnya: Pembiayaan Kendaraan Bekas Masih Tumbuh Positif hingga November 2024

Menarik Dibaca: Toyota Yaris Cross HEV Meraih Penghargaan Most Worthy Car di Uzone Choice Award 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi