Starling Menjamur, Jaringan Retail Toko Kopi Ini Ogah Ikutan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan sistem layanan jemput bola di sektor usaha retail toko kopi atau retail coffee shop dalam negeri, sekarang kian menjamur. Sistem yang dikenal dengan sebutan Starling adalah cara berdagang dengan cara menjajakan kopi, biasanya di pinggir jalan atau tempat ramai. Untuk mempermudah mobilitas, biasanya para pedagang kopi menggunakan sepeda atau sepeda motor.

Di Indonesia, konsep Starling modern mulai berkembang setelah Covid-19. Cara ini telah dilakukan oleh beberapa jaringan retail coffee shop lokal, misalnya Jago Coffee, Janji Jiwa melalui Kopi Sejuta Jiwa-nya, Haus melalui Haus Keliling hingga Rindumu Coffee. Meski banyak perusahaan coffee shop menggunakan sistem seperti ini, tentunya selain mencari pendapatan melalui gerai sendiri. Ada beberapa retail coffee shop yang mengatakan mereka tidak akan menggunakan konsep bisnis ini.

Baca Juga: Kopi Kenangan Siap Ekspansi ke Filipina dan India Yang pertama ada Tomoro Coffee, jaringan kopi yang didirikan sejak Agustus 2022 mengatakan pihaknya tidak akan memasuki market Starling. Chief Marketing Officer  (CEO) Tomoro Coffee Indonesia, Super Wang mengatakan konsep awal perusahaan kopi yang didirikannya adalah fresh roasted coffee. Menurutnya, sistem berjualan seperti Starling akan mempengaruhi kesegaran kopi yang dibuat. "Kita tidak akan seperti itu. Karena Tomorrow Coffee adalah fresh roasted coffee. Biji kopi kita maksimal dipakai di dalam 2 bulan. Kalau gerobak itu adalah pre-made kopi," ungkap Super saat ditemui Kontan dalam acara press conference, Selasa (29/10). Untuk menjaga kesegaran kopi yang dibuat, Super menambahkan Tomoro Coffee juga membatasi jarak pengiriman jika konsumen ingin memesan secara online. "Makanya, online delivery seperti Gojek-Grab, kita batasi dengan jarak 3 km delivery. Nah kira-kira lebih dari 1 jam kopi sudah tidak enak atau pelanggan akan komplain. Makanya kita tidak ada arah kesana (Starling)," ungkapnya. Selain Tomoro Coffee, Kopi Kenangan juga melakukan langkah yang sama. PR Manager Kopi Kenangan Ruth Davina mengatakan pihaknya lebih memfokuskan pada model toko kontainer, stall, dan ruko. "Terkait konsep bisnis sendiri, Satu Kenangan tidak menerapkan strategi gerobak keliling dan lebih memfokuskan pada model toko kontainer, stall, dan ruko," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (29/10).


Baca Juga: Kiprah East Ventures Menggelontorkan Pendanaan untuk Startup Iklim Ia mengambahkan, Kopi kenangan tidak menerapkan strategi gerobak keliling karena berdasarkan pengamatan perusahaan yang bisa ditemui di luar sana, banyak gerobak kopi yang tidak berpindah-pindah dan diam di satu tempat saja. "Jadi kami memutuskan untuk fokus dengan strategi toko dengan produk-produk kopi fresh brew yang harganya bersaing dengan kopi gerobak keliling," katanya. Selain Tomoro Coffee dan Kopi Kenangan, Fore Coffee juga melakukan strategi serupa. Berdasarkan catatan Kontan, Chief Marketing Officer  (CEO) Fore Coffee, Matthew Ardian mengatakan pihaknya masih belum melirik strategi Starling, karena belum selaras dengan visi dan misi dari perusahaan. "Bahkan hingga di kota tier dua dan tiga, strategi pemasaran kami lakukan secara konsisten, untuk menjaga brand consistency, dimana ini difokuskan pada penyajian kualitas minuman yang unggul," kata Ardian kepada Kontan, Rabu (3/7). Matthew menambahkan pihaknya akan fokus untuk mengembangkan kualitas tinggi, pengalaman di outlet, dan aplikasi online Fore Coffee sebagai pondasi utama dalam operasional dan ekspansi bisnis. "Fore Coffee memilih strategi penjualan dengan menekankan pada humanisasi dan gaya hidup untuk menarik minat konsumen terutama generasi Z," ungkapnya. 

Baca Juga: TOMORO COFFEE Pilih Fokus Buka Gerai Baru Daripada Jualan Kopi Keliling

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati