Stiglitz: Eropa Harus Bantu Krisis Yunani



ROMA. Pemenang Nobel ekonomi Joseph E. Stiglitz meminta Uni Eropa segera menolong Yunani yang tengah mengalami krisis. Tanpa bantuan, ia memprediksi, krisis Yunani bakal memburuk nilai tukar euro dan berdampak luas bagi ekonomi negara Eropa lainnya.

"Bantuan harus segera diberikan sebelum terlambat," ujar Stiglitz, di Roma, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (6/2). Stiglitz juga menyindir pemimpin Eropa yang ia nilai memperburuk kondisi dengan komentar yang tidak menyejukkan. Dia merujuk pada pernyataan Gubernur Bank Sentral Eropa Jean-Claude Trichet.

Bagi Yunani, Trichet bilang, tidak akan ada perlakuan khusus. Artinya, Yunani harus menyelesaikan sendiri masalah defisit anggarannya. Tapi, Stiglitz menilai, Eropa menerapkan standar ganda terhadap anggotanya yang masuk kelompok negara besar dan negara kecil.


"Spekulan berfikir Yunani tidak punya harapan dan mereka memilih melepas euro," paparnya. Sekedar catatan, nilai tukar euro terhadap dollar AS telah merosot lebih dari 8% sejak 25 November 2009 atau sejak Yunani terlilit masalah defisit dan utang.

Profesor Columbia University ini juga menyatakan, permintaan Eropa kepada Yunani untuk memperketat anggaran adalah "resep untuk gagal". Soalnya, dunia belum sepenuhnya pulih dari krisis dan stimulus masih dibutuhkan untuk mendorong perekonomian. "Ini ujian bagi 16 negara yang 11 tahun lalu mendeklarasikan kesatuan moneter," imbuhnya.

Pasar tetap skeptis

Langkah Eropa membiarkan krisis Yunani tanpa bantuan juga mendapat kritikan pedas Jean-Paul Fitoussi, Profesor Ekonomi di Institute of Political Studies. Apalagi, rasio utang Yunani sebenarnya tak lebih tinggi dari Jerman.

Yunani juga belum bangkrut. Prancis pun pernah mengalami defisit di atas ketentuan Uni Eropa. "Parahnya, pemimpin Eropa tak melakukan apa pun untuk menenangkan pasar dan lembaga rating," cetusnya.

Menurut riset Citigroup Inc., pelaku pasar tidak yakin Yunani mampu menangani sendiri krisisnya. Alhasil, analis meramal, pasar akan melepas obligasi korporasi milik Yunani.

Apalagi, kondisi dalam negeri Yunani kian memanas oleh aksi demo. Penyebabnya adalah rencana Perdana Menteri George Papandreou memotong upah dan menaikkan pajak warga negaranya guna mengatasi defisit anggaran.

Ini resep dari Uni Eropa. “Pasar khawatir kebijakan itu berdampak buruk karena penolakan masyarakat," ujar Steve Mansell, Direktur Citigroup, kepada Reuters, Minggu (7/2).

Editor: Johana K.