Stimulus BI muluskan laju emiten properti



JAKARTA. Kebijakan terbaru Bank Indonesia diyakini turut mendongkrak pasar saham domestik. Demi menggerakkan perekonomian, bank sentral memberikan stimulus berupa pelonggaran rasio atas nilai agunan atau loan to value (LTV) atas kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) sebesar 10%.

Itu berarti, debitur dapat menyetor uang muka atau down payment (DP) lebih rendah dari sebelumnya. Ambil contoh, semula LTV kredit properti sebesar 70% atau uang muka 30%. Dengan beleid baru, maka LTV menjadi sebesar 80% atau uang muka menjadi 20%. Ini berlaku untuk pembelian rumah pertama (Harian KONTAN, 20 Mei 2015).

Sejumlah analis menilai, stimulus bank sentral akan mendatangkan sentimen positif setidaknya bagi tiga sektor, yakni properti, otomotif dan perbankan.


Analis BNI Securities Thendra Chrisnanda berpendapat, beleid BI berefek cukup besar bagi industri properti nasional. Jika di awal tahun industri properti diperkirakan tumbuh moderat 10%, maka stimulus BI bisa mendongkrak pertumbuhan properti menjadi 12%-14%. Dampak terbesar akan dinikmati emiten yang memiliki porsi penjualan dengan fasilitas KPR besar.

Emiten properti raksasa yang memiliki eksposur penjualan lewat KPR cukup besar pada tahun lalu antara lain Pakuwon Jati (PWON) dengan porsi 25% terhadap total penjualan, Ciputra Development (CTRA) 30% dan Alam Sutera Realty (ASRI) 30%. Sedangkan Summarecon Agung (SMRA) memiliki porsi 5%.

Pasca stimulus BI, Thendra memprediksi laba bersih CTRA hingga akhir 2015 senilai Rp 1,49 triliun, naik dari estimasi sebelumnya Rp 1,42 triliun.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, efek pelonggaran LTV sangat positif terhadap sektor properti. "Apalagi sebagian besar pengembang mengeluh tak ada pergerakan bisnis properti sejak awal tahun ini," ungkap dia.

Dengan aturan terbaru BI, maka penjualan properti berpotensi naik. Hans memperkirakan, industri properti tumbuh 15% di tahun ini. Proyeksi sebelumnya tumbuh 10%-12%.

Kendati demikian Hans menilai, tantangan sektor properti masih besar, karena kenaikan harga terlalu cepat tak sebanding kenaikan daya beli masyarakat.

Thendra juga bilang, industri properti masih dibayangi tantangan ketidakpastian perhitungan  Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Belum lagi nilai tukar yang berpengaruh pada harga bahan material impor, serta situasi makro ekonomi.

Selain properti, stimulus bank sentral membawa sentimen positif terhadap sektor otomotif. Hanya saja, Thendra maupun Hans kompak menilai, efeknya tak sebesar sektor properti.

Hans melihat, dampak positif pelonggaran LTV tak terlalu besar pada sektor otomotif lantaran selama ini para penjual kendaraan bisa mengakali aturan uang muka dengan cara mendiskon uang muka kredit.

Keuntungan sektor otomotif tak terlalu besar karena daya beli masih melambat ditambah sentimen negatif dari rencana aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jalan tol yang bakal dibebankan ke para pemilik kendaraan. Dia memperkirakan, penjualan kendaran roda empat hanya tumbuh menjadi 1,2 juta hingga akhir 2015 dan roda dua diperkirakan akan turun dari 7 juta unit menjadi 6 juta-6,4 juta unit.

Stimulus BI terhadap dua sektor itu tentu menjadi berkah bagi sektor perbankan. Selama ini, pengetatan aturan LTV menjadi salah satu biang kerok  perlambatan penyaluran kredit. Ini terlihat dari data KPR di kuartal I 2015 hanya tumbuh 12,13%, jauh lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya 23,59%.

Hans memperkirakan, industri perbankan akan tumbuh 15%-16% hingga akhir tahun ini. "Padahal tadinya kami melihat pertumbuhannya flat yakni sebesar 11%," tutur dia.                      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto