Stimulus ekonomi China gagal dongkrak harga nikel



JAKARTA. Keputusan People’s Bank of China (PBOC) memangkas tingkat suku bunga gagal mengangkat harga nikel. Kebijakan dari PBOC ini justru membuat investor semakin khawatir terhadap kondisi ekonomi China sebagai konsumen nikel terbesar di dunia.

Mengutip Bloomberg, Senin (26/9) pukul 9.21 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun 0,4% ke level US$ 10.470 per metrik ton. Namun demikian, dalam sepekan terakhir harga nikel naik 0,8%.

Bunga kredit di China turun menjadi 4,35% dari sebelumnya 4,6%, sedangkan bunga deposito dipangkas menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,75%. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong belanja masyarakat serta meringankan biaya pinjaman perusahaan. Seiring dengan stimulus ekonomi ini, harga nikel justru semakin tenggelam.


Pemerintah China memang sedang mencari cara untuk memperbaiki ekonomi yang diperkirakan tumbuh pada tingkat tahunan paling lambat dalam seperempat abad. Industri manufaktur dan konstruksi sebagai penggerak ekonomi terlihat goyah dengan tingkat konsumsi yang semakin turun.

Sejak November 2014, China sudah enam kali memangkas tingkat suku bunga. “Tindakan stimulus gagal menenangkan pasar dan pelaku pasar terlihat masih khawatir permintaan metal tetap lemah,” ujar Xiao Jing, analis Capital Futures Co. di Beijing, seperti dikutip Bloomberg.

Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures mengatakan, pemangkasan suku bunga PBOC mendapat respon positif dari pelaku pasar saham, terlihat dari naiknya harga saham. Kenaikan saham membuat nilai tukar dollar AS melemah sehingga berpotensi melambungkan harga komoditas.

“Penurunan harga nikel mungkin konsolidasi menjelang pengumuman Federal Open Market Committee Kamis dini hari nanti,” ujarnya.

Menurut Wahyu, pergerakan harga logam sebagian besar memang sedang konsolidasi. Nikel secara teknikal masih dalam tren menguat. Ancaman perlambatan ekonomi China justru menjadi alasan The Fed untuk menunda kenaikan suku bunga tahun ini.

Stimulus ekonomi oleh pemerintah China dapat menjadi sentimen positif bagi kenaikan harga komoditas. Akan tetapi, potensi pulihnya permintaan belum terlihat selama ekonomi China masih melambat. “Tidak ada banyak perubahan dari supply dan demand karena perlambatan di China,” lanjut Wahyu.

Namun jika The Fed mengumumkan penundaan suku bunga pada Kamis mendatang, Wahyu memperkirakan nikel siap untuk rebound.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto