Stimulus Ekonomi China Jadi Katalis Positif bagi Mata Uang di Indonesia



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Stimulus ekonomi China menjadi katalis positif bagi pergerakan mata uang kawasan Asia. Langkah China menggenjot perekonomian mengangkat mata uang Asia.

Seperti diketahui, Pemerintah China telah menggelontorkan stimulus yang mencakup penurunan suku bunga menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,7%, serta penurunan giro wajib minimum perbankan sebesar 50 basis poin (bps) untuk meningkatkan likuiditas.

Pemerintah China juga memberikan tambahan likuiditas senilai US$114 miliar untuk pasar saham, relaksasi KPR senilai total US$5,2 triliun, dan kemudahan aturan pembelian rumah kedua dengan penurunan DP menjadi 15% dari sebelumnya 25%.


Selain itu, China berencana menerbitkan obligasi khusus senilai sekitar 2 triliun yuan (US$ 284,43 miliar) tahun ini sebagai bagian dari stimulus fiskal baru.

Pengamat Mata Uang Lukman Leong menilai, langkah stimulus China merupakan berita positif untuk perekonomian global. Apalagi, stimulus yang ditujukan untuk memompa perekonomian tersebut dilakukan usai pemangkasan suku bunga Fed untuk pertama kalinya sejak tahun 2020.

Baca Juga: Mata Uang Kawasan Asia yang Terdampak Positif Stimulus China

"Bisa dibilang semua negara di Asia akan diuntungkan stimulus karena perdagangan China yang sangat besar," ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (1/10).

Lukman mencermati bahwa stimulus China tersebut akan mendukung penguatan Rupiah (IDR), Baht (THB), Ringgit (MYR), serta Won Korea (KRW). Selain efek perekonomian China yang pulih berkat stimulus, prospek berbagai mata uang ini juga tergantung fundamental dan kebijakan ekonomi dari bank sentral terkait.

Di sisi lain, Lukman menuturkan, dolar AS berpotensi lanjut melemah seiring data-data ekonomi penting AS di antaranya ISM, Jolts, Klaim Pengangguran, hingga Non Farm Payroll (NFP). Secara keseluruhan, investor melihat sektor tenaga kerja AS sudah mulai mendingin.

NFP AS diperkirakan akan menambahkan pekerjaan sedikit lebih rendah 140 ribu, pendapatan per jam naik 0.3%, lebih rendah dari bulan lalu 0.4% dan tingkat pengangguran tetap di 4.2%. Melemahnya sektor tenaga kerja AS ini menjadi sinyal pemangkasan suku bunga acuan.

Dengan begitu, Lukman melihat bahwa Yen Jepang (JPY) mungkin bakal paling diuntungkan stimulus China dan juga tren suku bunga rendah The Fed.

Apalagi, JPY berpotensi bakal terus solid ke depannya usai kemenangan Perdana Menteri baru Jepang, Shigeru Ishiba, yang pro kebijakan moneter ketat.

Bila suku bunga Bank of Japan (BoJ) bakal tinggi saat The Fed turunkan suku bunga, maka jarak bunga bank sentral Jepang akan semakin menyempit dengan Federal Reserve yang diperkirakan akan terus memangkas suku bunga ke depannya. Ini akan membuat investasi di Jepang jadi lebih menarik daripada di AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari