Stimulus Jelang Nataru, Mampukah Bikin Ekonomi 2025 Melaju?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 5,2% pada tahun 2025. Namun, dengan pencapaian kinerja pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III-2025 yang belum terlalu ekspansif, artinya pemerintah harus bekerja keras untuk bisa merealisasikan target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 seperti yang telah dipatok.

Asal tahu saja, pada kuartal I-2025 ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,87%, lalu menunjukkan tren membaik menjadi 5,12% pada kuartal II-2025 dan sedikit turun menjadi 5,04% pada kuartal III-2025. Artinya, ekonomi Indonesia perlu tumbuh lebih dari 5% pada kuartal IV-2025 untuk bisa mengejar target pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Selain optimisme peningkatan belanja dan konsumsi masyarakat di akhir tahun, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini. Antara lain dengan menggelontorkan berbagai program bantuan sosial serta sejumlah stimulus yang dirancang untuk memperkuat daya beli masyarakat.


Baca Juga: Harga Emas Makin berkilau, Pertanda Ketidakpastian Ekonomi Makin Tinggi?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa berbagai program pemerintah, termasuk realisasi belanja kementerian/lembaga, bantuan sosial reguler maupun tambahan, serta mobilitas masyarakat selama Nataru akan menjadi motor utama pertumbuhan.

“Belanja pemerintah, berbagai program bantuan sosial, dan tambahan lagi program untuk memanfaatkan momentum Nataru membuat kami optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal IV berada di kisaran 5,4%–5,6%,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (27/11/2025). 

Ya, menjelang akhir tahun, pemerintah kembali menggelontorkan stimulus ekonomi melalui paket kebijakan 8+4+5, BLT Kesra, serta program lintas sektor lainnya dipercepat untuk menjaga daya beli masyarakat.

Lewat BLT Kesra, pemerintah memberikan bantuan sosial Rp 300.000 per keluarga penerima manfaat per bulan selama tiga bulan pada kuartal IV-2025. Pencairannya dilakukan sekaligus, sehingga masing-masing keluarga penerima manfaat akan mendapatkan Rp 900.000. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 30 triliun untuk BLT ini.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan insentif transportasi yang mencakup kereta api, angkutan laut, penyeberangan, hingga tiket pesawat dengan besaran diskon sekitar 10%-30%. Diskon tarif tol dengan kisaran 10%-20%pun disiapkan untuk sejumlah ruas strategis.

“Terkait dengan diskon tarif tersebut, mencakup tiket kereta api, angkutan laut, angkutan penyeberangan, angkutan udara, dan dari kementerian Perumahan Rakyat sudah menyiapkan tarif diskon tarif tol,” tutur Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (26/11/2025).

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2025 di Atas Ekspektasi, Kredibilitas Data Diragukan

Diskon transportasi pada Nataru diberikan untuk periode perjalanan mulai tanggal 22 Desember 2025 sampai 10 Januari 2026, kecuali untuk kapal laut diskon diberikan untuk periode perjalanan tanggal 17 Desember 2025 sampai dengan 10 Januari 2026.

Sedangkan untuk diskon tarif tol selama 22,23,31 Desember 2025 dengan rata-rata diskon 10% hingga 20%, di 26 ruas jalan tol yakni, 2 Jabodetabek, 9 Transjawa, 3 Non-Jawa, 12 Trans Sumatra.

Berbagai upaya itu diharapkan mampu mendorong roda ekonomi, sehingga target pertumbuhan ekonomi bisa tercapai.

Kepala Departemen Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan, Bank Permata Faisal Rachman memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2025 akan tetap berada di sekitar rata-rata 10 tahun sebesar 5%, atau 5% hingga 5,1%, lebih rendah dari target pemerintah dalam APBN 2025 sebesar 5,2%.

“Kami masih melihat bahwa prospek pertumbuhan PDB Indonesia masih menghadapi beberapa hambatan, yang menggarisbawahi pentingnya mempertahankan kebijakan ekonomi ekspansif, terutama melalui percepatan belanja pemerintah, terutama pada sektor-sektor produktif dengan efek pengganda yang tinggi,” tutur Faisal kepada Kontan, Rabu (5/11/2025).

Ekonom Bank Mandiri juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai kisaran 5%-5,1%.

Head of Macroeconomics and Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina menyampaikan, dari sisi fiskal, realisasi belanja pemerintah perlu terus diakselerasi sesuai dengan outlook fiskal yang disampaikan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2025.

Berdasarkan perhitungan Bank Mandiri, apabila pemerintah ingin mencapai outlook belanja fiskal APBN, maka dalam sisa dua bulan terakhir 2025 perlu direalisasikan belanja sebesar Rp 934 triliun. Besaran belanja tersebut dinilai akan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal tersebut.

“Dengan melihat berbagai perkembangan leading indikator yang sudah kita amati sampai selama periode Oktober-November 2025, kami masih melihat ekonomi Indonesia ini cukup resilien, perkiraannya pertumbuhan ekonomi ini akan berkisar antara 5%-5,1% pada tahun ini,” tutur Dian dalam Mandiri Macro and Market Brief 4Q25, Rabu (3/12/2025).

Sementara itu, pada kuartal IV 2025, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih akseleratif atau tumbuh 5,08%, naik dari kuartal sebelumnya sebesar 5,04%, didorong oleh terutama periode Natal dan Tahun Baru.

Lebih Rendah dari Target Pemerintah

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 masih berpeluang mencapai 5%, namun kemungkinan akan sulit untuk mencapai target yang dipatok pemerintah di APBN 2025 yang sebesar 5,2%.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5% pada 2025 dan 2026, dan meningkat menjadi 5,1% pada 2027.

Proyeksi ini meningkat dari proyeksi OECD pada September 2025 lalu, yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,9% pada 2025 dan 2026.

OECD menilai proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut masih cukup baik. “Inflasi yang rendah dan kondisi keuangan yang membaik akan memacu konsumsi dan investasi swasta,” mengutip laporan OECD Economic Outlook edisi Desember 2025, Rabu (3/12/2025).

Namun, perlambatan pertumbuhan ekspor di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global diperkirakan akan membebani aktivitas.

OECD memperkirakan, inflasi Indonesia akan turun menjadi 1,9% pada tahun 2025 karena tekanan permintaan yang terbatas dan harga energi yang rendah, tetapi akan meningkat menjadi 3,1% pada tahun 2026 dan 3,2% pada tahun 2027, seiring dengan normalisasi harga energi dan depresiasi mata uang sejak awal tahun yang secara bertahap mempengaruhi harga domestik.

Selanjutnya, defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan hanya akan melebar sedikit, tetapi penurunan harga komoditas lebih lanjut dapat memperburuk hal ini dengan menurunkan pendapatan ekspor.

“Dengan inflasi yang berada dalam kisaran target bank sentral 1,5%-3,5% dan pertumbuhan yang berada di sekitar tren,” tulis laporan tersebut.

Bencana Alam Turut Mengikis Pertumbuhan

Jika melihat kondisi di lapangan, sepertinya agak sulit mengharapkan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai target. Selain daya beli masyarakat yang masih lemah, adanya bencana alam di Sumatra juga turut membuat laju pertumbuhan ekonomi tersendat.

Dampak bencana banjir yang terjadi di wilayah Sumatra diperkirakan akan ikut mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mencatat, kontribusi Produk Domestik Regional Bruto dari tiga provinsi yang terdampak banjir yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mencapai 7,8% terhadap ekonomi nasional pada kuartal I hingga III 2025.

Baca Juga: Pemerintah Terus Kaji Skema Pembayaran Utang Jumbo Whoosh

Ia memperkirakan, dampak banjir di wilayah Sumatra terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar -0,08% hingga -0,12%.

“Per tiga kuartal 2025 dan kalau melihat dampak banjir di Sumatra terhadap PDB itu perkiraannya antara minus 0,08% sampai dengan 0,12%,” tutur Andry dalam Mandiri Macro and Market Brief 4Q25, Rabu (3/12/2025).

Meski ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5,1% pada 2025, karena menghadapi dampak bencana tersebut maka ada potensi perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut bisa turun.

Sebagai pembanding, merujuk pada gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 2018 menimbulkan kerugian sekitar Rp 15 triliun hingga Rp 22 triliun. Sementara itu, gempa Lombok pada tahun yang sama diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp 5 triliun hingga Rp 7,7 triliun.

Sementara itu, berdasarkan estimasi awal dari data yang tersedia, ia menyebutkan bahwa banjir bandang di tiga provinsi baru-baru ini diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp 32,6 triliun.

“Tentu saja ini datanya terus berkembang, kalau kita lihat bagaimana kejadian yang terbesar terjadi di Aceh ya menyumbangkan sekitar separuhnya, sekitar 50% dari total economic loss,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Andry mengungkapkan, kontribusi inflasi Sumatra dan Aceh terhadap inflasi nasional hanya sekitar 7%, lebih rendah dibandingkan Jakarta dan Jawa Barat yang menyumbang 55%.

Menurutnya, apabila bantuan dapat segera disalurkan, terutama karena beberapa wilayah yang terdampak merupakan lumbung beras seperti Sumatra Barat, maka tekanan inflasi secara umum dapat ditekan.

Ia menyimpulkan bahwa dampak terhadap inflasi nasional kemungkinan tidak signifikan, namun terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, bencana tersebut berpotensi memberi pengaruh, setidaknya pada akhir tahun ini.

Selanjutnya: Harga Emas Spot Stabil di US$4.203 Jumat (5/12) Pagi, Pasar Menanti Data PCE

Menarik Dibaca: Jumat Hemat Pakai Promo A&W FriDeal Spesial Desember, Buy 1 Get 1 Burger Mulai Rp 40K

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News