Stock split tak jamin transaksi meningkat



JAKARTA. Efek pemecahan nilai nominal saham atau stock split yang dilakukan sejumlah emiten di tahun ini mampu meningkatkan volume transaksi. Namun, ada juga saham yang volume perdagangannya justru menurun pasca stock split.

Pergerakan harga saham, rata-rata tidak ada perubahan signifikan. Kenaikan harga justru terjadi saat akan diperdagangkan saham hasil stock split. Setelah itu, pergerakan harga saham cenderung stabil seperti pergerakan sebelum stock split.

Perubahan signifikan terasa pergerakan saham PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Sebelum stock split, rata-rata volume perdagangan BATA mencapai 50.000 lot per hari, terhitung dari awal tahun hingga perdagangan stock split pada 9 September 2013. Pasca stock split. volume perdagangan saham BATA naik menjadi 56.000 lot per hari. Harga saham BATA juga terlihat lebih fluktuatif ketimbang sebelum stock split. Catatan saja, BATA memecah nilai saham dengan rasio 1:100.


Harga PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) cenderung stabil pasca memecah nilai saham. Tapi, volume perdagangan TLKM meningkat, dari rata-rata 99,95 juta lot, menjadi 1,02 miliar lot per hari, pasca stock split. TLKM mulai stock split pada 30 Agustus 2013 dengan rasio 1:5.

Namun, kondisi berbeda dialami PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT). Volume perdagangan saham AMRT cenderung lesu setelah stock split. Secara rata-rata, sejak awal tahun hingga perdagangan stock split pada 1 Agustus 2013, transaksi saham AMRT mencapai 355.000 lot per hari. Anehnya setelah itu, volume perdagangan AMRT turun 61,55% menjadi rata-rata 136.500 lot per hari. AMRT memecah saham dengan rasio 1:10.

Volume perdagangan PT Arwarna Citramulia Tbk (ARNA) juga terlihat menyusut usai memecah saham. Sebagai catatan, ARNA stock split pada 11 Juli 2013. Sebelum stock split, rata-rata volume perdagangan ARNA bisa mencapai 11,81 juta lot per hari. Nah, setelah stock split, volume perdagangan harian ARNA justru hanya sebanyak 4,62 juta lot per hari.

Namun harga saham ARNA cenderung naik. Harga ARNA juga sempat menyentuh level tertinggi pada 15 Agustus 2013 sebesar Rp 980 per saham. Menurut David Nathanael Sutyanto, analis First Asia Capital, aksi stock split memang tidak dapat menjamin likuiditas volume transaksi saham akan bertambah. "Jika tujuannya untuk meningkatkan likuiditas, itu salah," tegas David.

Tapi yang pasti, memecah nilai nominal saham akan membuat harga lebih rendah dan terjangkau investor bermodal cekak. Sebab, investor akan melihat lagi kinerja perusahaan dan kondisi fundamental. "Tanpa hal tersebut tak maksimal," imbuh David.

Hal yang sama diungkapkan oleh John Daniel Rachmat, Kepala Mandiri Sekuritas. "Logikanya, dengan harga saham lebih murah, diharapkan investor yang tadinya merasa berat karena harga lebih tinggi, dapat ikut membeli," papar dia.

Karena itu, tujuannya untuk menggaet investor ritel dan bukan institusi. Namun sayangnya, investor ritel di Indonesia jumlahnya masih sangat kecil.John menambahkan, likuiditas volume transaksi saham lebih dipengaruhi dari kapitalisasi pasar. Nah jika tujuannya untuk meningkatkan likuiditas, John menyarankan emiten menambah jumlah saham beredar di publik.

Kepala Riset OSO Securities, Supriyadi menambahkan, strategi lain bisa dengan rights issue. Tujuannya untuk menambah basis investor baru. Di akhir tahun ini, masih ada emiten yang akan stock split, yakni PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) dengan rasio 1:5 (lihat halaman 5). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana