Stok minyak AS kembali bebani harga minyak WTI



JAKARTA. Naiknya stok minyak mentah AS masih menjadi katalis yang membebani pergerakan harga minyak mentah WTI. Koreksi pun diderita minyak WTI di perdagangan hari ini.

Mengutip Bloomberg, Kamis (2/2) pukul 13.28 WIB harga minyak WTI kontrak pengiriman Maret 2017 di New York Mercantile Exchange tergerus 0,54% ke level US$ 53,59 per barel dibanding hari sebelumnya.

Energy Information Administration (EIA) melaporkan, stok minyak mentah AS naik sebanyak 6,47 juta barel atau dua kali lipat dari dugaan sebelumnya yakni 3 juta barel. Kenaikan stok ini sudah berlangsung dalam empat pekan terakhir dan saat ini stok minyak AS menyentuh level 494,8 juta barel.


Hal ini terjadi meski dicatatkan produksi minyak AS turun 46.000 barel per hari menjadi 8,9 juta barel per hari pekan lalu. “Terus bertambahnya rig aktif pengeboran minyak AS yang terjadi secara konsisten jadi penyebabnya. Saat ini kenaikan stok di AS menjadi perhatian pasar dan OPEC harus terus meyakinkan pasar dengan tetap menjalan pemangkasan produksinya untuk mampu menjaga pergerakan harga minyak WTI,” kata Barnabas Gan, Ekonom Oversea-Chinese Banking Corp seperti dikutip dari Bloomberg.

Di sisi lain, Menteri Energi Rusia, Alexander Novak mengatakan Rusia telah memangkas produksinya sebanyak 117.000 barel per hari sepanjang Januari 2017. Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh produsen minyak Timur Tengah yang bergabung di OPEC seperti Irak dan Arab Saudi.

“Meski ada koreksi dan tekanan katalis negatif, tapi kita masih bisa melihat ada kans harga rebound untuk jangka pendek,” tambah Barnabas.

Katalis dukungan lainnya juga masih datang dari Novak yang memperkirakan oversupply yang terjadi pada pasar minyak saat ini bisa segera berakhir di pertengahan tahun 2017 jika pemangkasan produksi tetap berjalan positif seperti saat ini.

Pemangkasan produksi OPEC sepanjang Januari 2017 mencapai 1,4 juta barel per hari atau sekitar 75% dari target OPEC yang sebesar 1,8 juta barel per hari. “Setidaknya harga minyak akan tetap bergerak di atas US$ 50 per barel,” tambah Barnabas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie