KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peternak ayam ketar-ketir harga jual ayam akan semakin tertekan lantaran ada produk unggas yang stoknya semakin menumpuk. Masalahnya selama dua bulan terakhir ini, harga jual ayam di kandang sudah di bawah pokok produksi perternak. Sekjen Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengatakan, saat ini harga ayam di kandang di bawah biaya pokok produksi peternak. “Biaya pokok produksi peternak Rp 19.500 sampai dengan Rp 20.000. Sementara harga jual di posisi Rp 16.000, artinya peternak merugi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/10).
Sejatinya, Sugeng mengatakan, produksi unggas atau ayam broiler di dalam negeri lebih dari cukup. Bahkan selama ini Indonesia mengalami kelebihan 15%-17% daging ayam.
Baca Juga: Mulai Besok (11/10/2022), Malaysia Kembali Izinkan Ekspor Ayam Selama ini, peternak berharap ekspor unggas dapat mengurangi tekanan di pasar dan harga jual yang rendah, nyatanya pada dua bulan terakhir ini tidak terbukti. Harga jual ayam di tingkat peternak di kandang masih saja rendah. Di sisi lain, tertekannya harga ayam ini juga dipengaruhi rembesnya ayam dari perusahaan-perusahaan besar ke pasar tradisional yang merupakan ladang usaha bagi pengusaha ayam mandiri kecil. “Yang pasti kondisi peternak saat ini tidak baik. Dalam kondisi merugi. Seharusnya ekspor menjadi solusi, agar tercipta keseimbangan supply-demand,” terangnya. Kabar terbaru, menurut informasi yang didapatkan pada laman resmi Singapore Food Agency (SFA) atau Badan Pangan SIngapura pada 9 Oktober 2022 lalu, mereka mendapatkan pemberitahuan resmi dari Departemen Layanan Hewan (DVS) Malaysia terkait dibukanya kembali keran ekspor ayam broiler hidup per 11 Oktober 2022. Asal tahu saja, Singapura menjadi salah satu tujuan ekspor perusahaan unggas di Indonesia. Beberapa perusahaan besar asal Indonesia telah melaksanakan ekspor ke sana. Sugeng memaparkan jika kue bisnis di sana tergerus, dia khawatir akan terjadi penumpukan stok. Dengan kata lain harga ayam dalam negri akan semakin tertekan sedangkan kondisi saat inipun harga ayam sudah rendah. Sugeng menjelaskan, produk unggas dari dalam negeri sejatinya memang belum bisa bersaing dengan maksimal di kancah internasional lantaran harganya yang tidak kompetitif.
“Inputnya saja sudah relatif tinggi bagaimana mau bersaing. Kalau bahan baku pakan dan DOC harganya sudah tinggi ini berdampak pada kemampuan bersaing, jadi tidak kompetitif,” terangnya. Melihat persoalan ini, Gopan meminta pemerintah untuk melaksanakan sinkronisasi antara industri hulu dan hilir. Jadi perusahaan tidak hanya memproduksi sebanyak-banyaknya saja, tetapi sebaiknya pasar juga dipikirkan. Pasalnya jika persoalan ini terus berlanjut, pihak yang terdampak paling pertama ialah pelaku kecil.
Baca Juga: Malaysia Cabut Larangan Ekspor Produk Ayam Hidup Mulai Selasa (10/10), Singapura Lega Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat