Strategi Bisnis Stock Profit ala Tigaraksa



Jakarta. Banyak pebisnis sebal dengan lonjakan harga barang alias inflasi. Namun, tak sedikit pula yang bisa menikmati berkah dadakan dari kenaikan harga barang. Satu di antara dari sekian calon penikmat itu adalah PT Tigaraksa Satria Tbk.

Perusahaan distribusi dan ritel di bawah Grup Sintesa ini berpeluang meraih tambahan laba dari stock profit. Ini adalah istilah yang berarti laba dari penjualan stok dengan harga baru yang lebih tinggi.

Lazim terjadi, masyarakat akan berbondong-bondong memborong barang jika tahu harganya bakal naik. Lihat saja menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tempo hari. Mereka berupaya menimbun stok selagi murah. "Dari selisih itulah, kami mendapatkan stock profit," ujar Budy Purnawanto, Direktur Tigaraksa Satria kepada KONTAN, pekan lalu. Namun, ia enggan mengungkapkan potensi fulus yang diperoleh dari stock profit tersebut.


Sama seperti industrialis lain, kenaikan inflasi tetap menambah beban. Budy menjelaskan, biaya transportasi, modal kerja alias working capital, serta gaji pegawai, naik seirama dengan lonjakan inflasi. Tahun ini, efeknya bisa menambah 4%-6% terhadap beban penjualan Tigaraksa. "Jika semula rasionya 10%, sekarang menjadi 10,4%-10,6%," tambah Budy.

Ekspansi anak usaha

Toh, Budy tetap optimistis, kinerja Tigaraksa tahun ini tetap meningkat. Paling tidak, gambarannya sudah tampak pada kinerja lima bulan pertama tahun ini.

Kalkulasi sementara, emiten saham berkode TGKA ini meraih pendapatan Rp 3,18 triliun dalam lima bulan pertama tahun 2013. Perolehan tersebut naik sekitar 9,3% ketimbang pendapatannya pada periode sama tahun 2012.

Lompatan laba bersihnya malah lebih tinggi lagi. Hingga Mei 2013, Tigaraksa telah mengantongi laba bersih sekitar Rp 74,2 miliar, naik 67,8% ketimbang laba bersih periode sama tahun kemarin.

Maklum, di luar berkah stock profit, Tigaraksa mulai memetik tambahan laba dari sejumlah ekspansi bisnis. Asal tahu saja, Tigaraksa membawahi empat lini usaha: penjualan produk konsumsi, bisnis liquefied petroleum gas (LPG) merek Blue Gas dan peralatan dapur, penjualan buku pendidikan, serta jasa manufaktur.

Budy menyatakan, agenda utama ekspansi Tigaraksa tahun ini adalah penyelesaian pabrik pengisian gas di Gresik, Jawa Timur. Pusat isi ulang gas (refilling gas centre) milik anak usaha Tigaraksa, PT Blue Gas Indonesia, sudah tuntas dan resmi beroperasi awal Juli ini.

Pabrik baru tersebut menelan Rp 36 miliar atau 60% dari total belanja modal Tigaraksa. Menurut Husein, Presiden Direktur Blue Gas Indonesia, pabrik baru di Gresik berkapasitas 8.400 tabung per shift atau setara dengan 46,2 metrik ton LPG per shift.

Kehadiran pabrik baru ini otomatis memperbesar kapasitas produksi Blue Gas menjadi 20.000 tabung per shift. Selain menuntaskan pabrik gas, Tigaraksa berupaya menambah jaringan distribusi (outlet).

Penambahan jumlah prinsipal pun digarap. Bulan ini, Tigaraksa tengah bernegosiasi dengan dua calon prinsipal baru. Satu prinsipal bergerak di bisnis kesehatan (healthcare) dan satu lagi berbasis manufaktur. Sayang, Budy merahasiakan identitas calon prinsipal. "Masih nego," katanya. Dia hanya menjelaskan, pundi-pundi Tigaraksa akan bertambah Rp 200 miliar dari kongsi anyar ini.

Sekedar informasi, di kuartal I-2013, TGKA sukses menggaet dua prinsipal, yakni Colgate Palmolive dan Mars Chocolate. Kini, ada 15 prinsipal Tigaraksa, seperti Sari Husada (Grup Danone) dan PT Fonterra Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amailia Putri