Strategi Delta Dunia (DOID) Usai Rajin Akuisisi dan Raih Kontrak Rp 12 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) rajin melakukan pengembangan bisnis melalui aksi akuisisi hingga mengejar kontrak baru.

Terbaru, DOID melalui anak perusahaannya, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA), mendapat kontrak jasa pertambangan dengan nilai yang signifikan.

BUMA telah menandatangani perjanjian jasa pertambangan dengan PT Persada Kapuas Prima (PKP) pada 12 Agustus 2024. PKP merupakan anak usaha dari PT Singaraja Putra Tbk (SINI), yang memiliki konsesi tambang batubara di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.


Perjanjian jasa pertambangan ini akan berlangsung sepanjang usia tambang (life of mine), dengan fase awal direncanakan untuk periode sembilan tahun dan akan dimulai dari kuartal keempat 2024. Target di fase awal ini dapat menghasilkan produksi lebih dari 359,33 juta bank cubic meter (BCM) untuk pengupasan lapisan tanah penutup (overburden removal) dan 60.6 juta ton batubara.

Nilai kontrak mencapai sekitar Rp 12 triliun atau setara dengan US$ 755 juta. Melalui Grup BUMA, DOID juga aktif melakukan akuisisi. Aksi teranyar adalah pembelian sebanyak 5,07% saham 29Metals Ltd.  oleh BUMA Australia Pty. Ltd. dan BUMA Pte. Ltd. 

Baca Juga: Anak Usaha Delta Dunia (DOID) Kantongi Kontrak Jasa Tambang Senilai Rp 12 Triliun

29Metals merupakan perusahaan pertambangan asal Australia yang memproduksi tembaga dan logam mulia lainnya. Sebelumnya, DOID melalui entitas BUMA International yakni American Anthracite SPV I, LLC., telah mengakuisisi Atlantic Carbon Group, Inc. (ACG), perusahaan tambang antrasit asal Amerika Serikat (AS).

Direktur Delta Dunia Makmur Iwan Fuad Salim mengungkapkan DOID akan terus melihat peluang yang muncul sebagai  strategi pertumbuhan grup, baik secara organik maupun anorganik. DOID juga akan menjajaki berbagai peluang untuk mendapatkan kontrak baru, baik dengan pelanggan yang sudah ada maupun pelanggan baru.

"Kami akan terus memperkuat bisnis inti yaitu jasa pertambangan di Indonesia dan Australia, serta berusaha mencapai target ESG (Environment, Social & Governance)," kata Iwan kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8).

Sehingga secara bersamaan DOID pun ingin mengurangi dominasi porsi pendapatan dari batubara. DOID bakal menggenjot diversifikasi untuk mendulang sumber pendapatan baru melalui ekspansi yang dilakukannya.

Misalnya dari akuisisi ACG, DOID akan menjadi pemain kunci di pasar antrasit ultra high grade, yang krusial untuk produksi baja rendah karbon. Dengan bergabungnya ACG, pendapatan Grup Delta Dunia diproyeksikan akan bertambah sebesar US$ 120 juta - US$ 130 juta per tahun dari 2024 hingga 2028.

Dus, akuisisi ini akan signifikan mendiversifikasi pendapatan DOID. Apalagi, pendapatan ACG dalam mata uang dolar AS dapat berkontribusi untuk memitigasi risiko kerugian akibat pelemahan mata uang di masa mendatang.

Baca Juga: Delta Dunia (DOID) Berbalik Rugi US$ 26,58 Juta di Semester I-2024, Ini Sebabnya

Adapun, kerugian selisih kurs telah menekan kinerja DOID pada semester I-2024. DOID berbalik menanggung rugi bersih senilai US$ 26,58 juta hingga Juni 2024. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, DOID masih meraih laba bersih US$ 4,92 juta.

Penurunan bottom line ini terjadi ketika pendapatan DOID hanya turun tipis 0,24% secara tahunan dari US$ 857,07 juta menjadi US$ 854,97 juta. Iwan menjelaskan, penurunan pendapatan terjadi akibat kondisi cuaca ekstrem yang berdampak terhadap industri pertambangan secara luas.

Sedangkan kerugian DOID terutama disebabkan oleh kerugian selisih kurs sebesar US$ 12 juta akibat pelemahan rupiah dan dolar Australia. Catatan Iwan, kerugian selisih kurs itu merupakan kerugian yang belum direalisasikan (unrealized loss) dan merupakan hasil dari perlakuan akuntansi (accounting treatment).

Kerugian selisih kurs tersebut membaik secara kuartalan, dengan terjadi penurunan dari US$ 11,5 juta pada kuartal I-2024 menjadi US$ 0,7 juta pada kuartal II-2024. "Memasuki paruh kedua tahun ini, kami tetap fokus pada keunggulan operasional dan manajemen keuangan yang cermat. Sambil bersamaan menjalankan strategi pertumbuhan," imbuh Iwan.

Sejalan dengan ekspansi operasional, belanja modal (capex) DOID pun meningkat 78% secara tahunan menjadi US$ 79 juta pada semester I-2024. Capex ini dialokasikan untuk mendukung kegiatan ramp-up di sejumlah site yang ada di Indonesia dan Australia serta kapitalisasi biaya perbaikan dan pemeliharaan.

 
DOID Chart by TradingView

Sepanjang tahun ini, DOID menganggarkan capex dengan estimasi US$ 150 juta - US$ 190 juta. "Seiring dengan ekspansi operasional Grup, mempertahankan kontrol yang ketat atas belanja modal tetap menjadi fokus utama," tandas Iwan.

Rekomendasi Saham

Research Analyst Stocknow.id Emil Fajrizki melihat langkah ekspansi DOID berpotensi memperkuat posisinya di sektor pertambangan global di pasar yang berbeda. Sekaligus memperluas eksposur pada komoditas yang lebih beragam, sehingga memberikan diversifikasi dan mendorong pertumbuhan pendapatan.

"Dalam jangka panjang, aksi-aksi korporasi seperti akuisisi dan kontrak baru bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kinerja DOID. Terutama jika berhasil mengintegrasikan akuisisi dan memaksimalkan potensi dari kontrak baru," terang Emil.

Baca Juga: Intip Saham yang Paling Banyak Dijual Asing Saat IHSG Menguat Kemarin

Namun, tetap ada risiko yang perlu dicermati. Di antaranya fluktuasi harga komoditas yang dapat memengaruhi margin DOID. Kinerja semester I-2024 juga memberikan sinyal bahwa di tengah ekspansi yang dilakukan, ada tantangan operasional berupa peningkatan biaya yang perlu ditangani oleh DOID.

"Secara keseluruhan, prospek jangka panjang DOID tergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengeksekusi strategi-strategi barunya serta mengatasi tantangan yang ada saat ini," imbuh Emil.

Langkah ekspansif DOID tampak mendapat sambutan positif dari pelaku pasar. Tercermin dari harga saham DOID yang telah mengakumulasi penguatan 108,81% secara year to date. Pada perdagangan Kamis (15/8), harga DOID ditutup stagnan secara harian pada level Rp 735 per saham.

Pada momentum saat ini, Emil menilai pelaku pasar bisa mencermati peluang buy on weakness DOID pada harga Rp 695, dengan potensi resistance di level Rp 795 - Rp 810. Secara teknikal, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova melihat saham DOID masih memiliki potensi untuk menguat.

Dus, saham DOID masih menarik dikoleksi jika masih bertahan di atas level Rp 670. Ivan merekomendaiskan trading buy saham DOID dengan target potensial di area Rp 850 - Rp 915 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari