KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Munculnya varian baru Covid-19 omicron membuat sejumlah negara memperketat pembatasan perjalanan. Varian baru omicron tersebut juga menjadi salah satu sentimen yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 2,06% ke level 6.561,5 pada Jumat (26/11) lalu. Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto menilai, hadirnya varian anyar Covid-19 bukanlah hal baru dan investor dinilai sudah lebih siap dalam mengantisipasi penurunan pasar keuangan maupun pasar modal. Eko menilai penurunan pasar saham pada perdagangan akhir pekan lalu masih terbilang wajar dan masih berpotensi menguat pada bulan Desember. Pelaku pasar bisa mencermati sejauh mana dampak Covid-19 varian baru tersebut sampai akhir tahun 2021.
“Nah kita lihat di akhir Desember nanti seperti apa, jika masih hijau berarti tidak terpengaruh oleh adanya varian baru,” ungkap dia.
Baca Juga: Simak proyeksi IHSG dan rekomendasi saham untuk perdagangan Selasa (30/11) Hanya saja, sebagai antisipasi kemungkinan terburuk, Eko menyarankan investor untuk mengurangi instrumen dengan jangka panjang dan tidak menambah instrumen berupa saham lebih dulu. “Untuk jaga-jaga, jangka pendek seperti
cash dan deposito sementara ini bisa ditambah,” kata Eko. Selain itu, menurutnya, dalam jangka waktu dua hingga tiga bulan ke depan investor bisa memilih aset yang terbilang aman seperti emas. Selain itu, bisa mengalokasikan asetnya pada instrumen yang lebih likuid seperti pasar uang. Jika kemungkinan terburuk pengetatan aktivitas masyarakat terjadi lagi, ia merekomendasikan agar investor menempatkan porsi investasi untuk jangka pendek 20%, kemudian 40% jangka menengah, dan 40% untuk jangka panjang. “Sarannya untuk yang jangka panjang bisa dipindahkan dulu ke jangka menengah sembari mencermati dampaknya seperti apa,” imbuhnya.
Baca Juga: Asing banyak memburu saham-saham ini saat IHSG menguat jelang window dressing Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto memandang, penurunan pasar saham yang terjadi bisa dimanfaatkan untuk menambah bobot investasi instrumen saham. Secara statistik, bulan Desember selalu terjadi
window dressing, dimana harga saham mengalami kenaikan. “Fenomena ini sudah terjadi selama 20 tahun terakhir dari 2001-2020. Sangat mungkin akan terulang lagi tahun ini,” kata Rudi pada Kontan, Senin (29/11). Lebih lanjut, ia menambahkan, investor tak perlu memangkas porsi investasi di instrumen saham. Begitu juga untuk obligasi pemerintah yang diproyeksi bisa kembali melesat jelang Desember 2021. Rudi menuturkan, tahun depan merupakan tahun pertumbuhan melanjutkan perbaikan kinerja pada 2021 walaupun muncul varian baru Covid-19.
Baca Juga: Saham-saham berikut layak dicermati jelang window dressing “Dengan asumsi tidak ada gelombang baru yang menyebabkan
lockdown total dalam waktu yang lama, seharusnya kinerja saham berpotensi baik di tahun mendatang,” tambah Rudi.
Ia merekomendasikan agar pelaku pasar bisa mempertimbangkan saham-saham yang diuntungkan dengan pemulihan ekonomi dan masuknya dana asing. Sebagai alternatif, sambungnya, investor juga bisa menempatkan asetnya pada instrumen obligasi korporasi ataupun reksadana pendapatan tetap. Adapun porsi penempatan aset menurut Rudi berdasarkan profil agresif bisa menempatkan 10% ke instrumen reksadana pasar uang, 20% pendapatan tetap, 30% campuran, dan 40% reksadana saham.
Baca Juga: Wall Street terangkat aksi beli setelah tumbang pekan lalu Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati