Strategi investor saat IHSG terbang tinggi



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di level 5.323,89 pada Jumat (23/1), naik 1,35% dibandingkan sehari sebelumnya. Bagaimana strategi portofolio investor menyambut kondisi tersebut?

Rekor baru IHSG tak lepas dari sentimen pemberian stimulus alias quantitative Easing (QE) dalam bentuk pembelian obligasi oleh Bank Sentral Eropa (ECB) sebesar US$ 68 miliar per bulan mulai Maret 2015 hingga September 2016. Tak pelak, kebijakan ini memicu banjir dana asing ke emerging market, termasuk Indonesia.

Pada hari tersebut, investor asing melakukan net buy hingga Rp 1,61 triliun di Bursa Efek Indonesia. "QE ECB sentimen positif buat IHSG. Terlebih ini masih berlangsung lama hingga September 2016. Investor harus manfaatkan itu," ujar Direktur Utama Sinarmas Asset Management, Hermawan Hosein kepada KONTAN, kemarin (25/1).


Direktur BNI Asset Management, Isbono Putro juga mengatakan, stimulus ECB semakin mendukung sentimen positif dari domestik karena beberapa kebijakan Presiden Joko Widodo dianggap pro pasar. "Misalnya pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) premium. Dananya dialihkan ke sektor pembangunan," ujar Isbono.

Meski pada kenyatannya IHSG sempat fluktuatif pada awal Januari ini, tapi masih dalam batas koreksi sehat. Baik Isbono dan Hermawan menilai, saat ini kesempatan investor menambah alokasi dana investasi mereka. "Bisa dibilang, sekarang waktu yang tepat untuk belanja," ujar Hermawan.

Sedangkan menurut Isbono IHSG berpotensi koreksi pasca mencapai titik tertinggi baru. Hanya saja, jika masuk dari sekarang, investor masih dapat ruang penguatan hingga akhir tahun ini. Sesuai profil risiko Meski demikian, Isbono menyarankan, porsi portofolio investasi harus disesuaikan dengan tujuan investasi, horizon investasi dan profil risiko. Sebagai contoh, investor ritel dengan profil risiko moderat sebaiknya menempatkan dana mayoritas di instrumen yang juga bersifat moderat.

"Sekarang saham memang bagus, tapi kalau Anda moderat masuknya juga ke moderat. Paling baik di reksadana campuran," ujar Isbono. Setali tiga uang, Hermawan menyarankan agar investor tetap patuh pada tujuan investasi yang mereka buat sendiri.

Untuk investor agresif, Hermawan menyarankan agar masuk lewat reksadana saham. "Supaya investor tidak sibuk memantau saham setiap hari. Biar diserahkan ke manajer investasi," ujarnya.

Direktur Panin Asset Management, Ridwan Soetedja menambahkan, bagi investor konservatif bisa menempatkan mayoritas di efek pendapatan tetap, seperti reksadana pendapatan tetap atau obligasi ritel. Namun alokasikan juga dana ke pasar saham agar menikmati potensi return cukup tinggi di akhir tahun. Fundamental ekonomi domestik tahun ini relatif membaik dibandingkan tahun lalu. "Sehingga sayang juga kalau investor konservatif tidak ikut masuk ke saham," ungkap Ridwan.

Ia menyarankan agar investor konservatif masuk reksadana campuran yang strategi portofolionya mayoritas di aset dasar obligasi ketimbang saham. Isbono dan Hermawan memprediksi, IHSG bisa menyentuh level 6.000 pada akhir 2015 nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie