Strategi Manajer Investasi Kelola Reksadana Pasar Uang Usai Suku Bunga BI Ditahan



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja Reksadana Pasar Uang (RDPU) masih stabil usai suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ditahan. Di sisi lain, reksadana pasar uang menarik sebagai instrumen investasi jangka pendek saat masih ada ketidakpastian global.

CEO PT Pinnacle Persada Investama (Pinnacle Investment), Guntur Putra melihat, imbal hasil reksadana pasar uang cenderung stabil usai suku bunga BI ditahan. Hal tersebut tidak terlepas dari pergerakan aset dasar (underlying asset) reksadana pasar uang seperti deposito dan obligasi jatuh tempo kurang dari setahun.

Untuk diketahui, Bank Indonesia menahan suku bunga acuan atau BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 15-16 Oktober 2024. Senada, suku bunga deposit facility juga tetap 5,25% dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75%.


Satu hari pasca keputusan BI menahan suku bunga,  kinerja imbal hasil obligasi jangka pendek mengalami peningkatan yang tercermin dari Indonesia 3M Gov Bond sebesar 0.123% menjadi 6.19% dan Indonesia 1M Gov Bond 0.096% menjadi 6.15%. Sedangkan, kinerja reksadana pasar uang berdasarkan Infovesta Money Market Fund Index berada di level 0.016% secara harian.

Selain karena imbal hasil tetap solid, Guntur melihat bahwa reksadana pasar uang masih diperhitungkan karena cocok sebagai dana parkir sementara atau dana idle. Hal itu karena pasar keuangan global saat ini masih diliputi ketidakpastian di antaranya arah suku bunga dan konflik geopolitik.

Baca Juga: Reksadana Pasar Uang Masih Jadi Andalan Saat Suku Bunga Acuan Ditahan

"Reksadana pasar uang cocok untuk kebutuhan likuiditas dan cenderung merupakan alternatif terbaik, jika dibandingkan dengan deposito/giro. Sebab, RDPU memiliki tingkat likuiditas tinggi yang bisa dicairkan kapan saja," jelas Guntur kepada Kontan.co.id, Kamis (17/10).

Analis KISI Asset Management (KISI AM) Josephin turut mencermati bahwa kinerja reksadana pasar uang cenderung stabil, usai suku bunga acuan ditahan atau tidak berubah. Kinerja RDPU didukung oleh performa aset dasarnya yakni deposito dan obligasi jangka pendek yang relatif stabil.

Dengan kondisi tersebut, Josephin menilai bahwa RDPU memang cocok sebagai tempat "parkir" sementara bagi investor yang menginginkan likuiditas tinggi dan risiko minimal. Risiko investasi pasar uang juga lebih rendah dibandingkan saham atau obligasi jangka panjang.

Apalagi, saat ini masih ada ketidakpastian seperti prospek penurunan suku bunga atau konflik geopolitik seperti di Timur Tengah. Sehingga, investor lebih baik mengamankan dana di instrumen pasar uang, sebelum masuk kembali ke aset berisiko seperti saham.

"RDPU sering dijadikan instrumen untuk menjaga modal sembari menunggu kondisi pasar yang lebih stabil," ungkap Josephin kepada Kontan.co.id, Kamis (17/10).

Namun, daya tarik reksadana pasar uang ke depannya mungkin bakal berkurang apabila suku bunga acuan dipangkas. Hal itu karena dipangkasnya suku bunga acuan dapat membuat bunga deposito ataupun yield obligasi ikut turun.

Josephin menyebutkan, KISI AM akan menghadapi tantangan era pemangkasan suku bunga tersebut dengan terus mempertahankan imbal hasil yang kompetitif pada reksadana pasar uang. Mulai dari diversifikasi portofolio produk, memanfaatkan produk berisiko rendah dengan yield lebih tinggi, serta manajemen durasi.

KISI AM akan mengalokasikan portofolio RDPU mereka pada obligasi jangka pendek yang memiliki yield lebih tinggi, terutama jika suku bunga deposito diproyeksikan menurun. Instrumen seperti obligasi pemerintah, atau surat utang korporasi mungkin lebih menarik dalam kondisi seperti ini.

Baca Juga: Reksadana Saham Kembali Unjuk Gigi, Ini 5 yang Memiliki Return Terbaik

Selain obligasi jangka pendek, KISI AM mungkin mencari instrumen pasar uang lain yang menawarkan yield menarik namun dengan risiko yang tetap terjaga, misalnya SRBI dengan imbal hasil 6.8% (sebelum pajak).

"Kami juga selaku Manajer Investasi mungkin memperpanjang durasi obligasi di dalam portofolio pasar uang untuk mengunci tingkat yield yang lebih baik, sebelum suku bunga turun lebih jauh," tutur Josephin.

Secara umum, Josephin memproyeksi, imbal hasil atau return produk reksadana pasar uang tahun depan saat era pemangkasan suku bunga, mungkin bakal lebih rendah dibandingkan saat suku bunga tinggi.

Rata-rata return produk RDPU di Indonesia biasanya berkisar antara 3-5% per tahun. Akan tetapi, imbal hasil akan sangat tergantung pada komposisi portofolio yang dipilih oleh manajer investasi.

Adapun produk unggulan reksadana pasar uang KISI AM yakni KISI Money Market Fund yang masih menawarkan imbal hasil yang cukup menarik return 1 tahun terakhir per tanggal 16 Oktober 2024 sebesar 5.48%.

Sementara itu, Guntur menyebutkan, tentunya di tengah tren penurunan suku bunga, Pinnacle Investment akan fokus pada strategi diversifikasi portofolio. Utamanya, diversifikasi tetap mempertimbangkan alokasi yang lebih besar pada instrumen pasar uang dan obligasi jangka pendek dengan kualitas baik.

Menurut Guntur, rata-rata imbal hasil reksadana pasar uang di tahun 2025, kemungkinan masih di kisaran 4%-5% per tahunnya. Namun perlu dicatat bahwa hasil akan sangat tergantung pada sentimen pasar diantaranya kebijakan moneter, perkembangan ekonomi global, dan dinamika pasar keuangan.

Adapun produk unggulan Pinnacle Investment di kelas aset reksadana pasar uang adalah Pinnacle Money Market Fund. Dari sisi kinerja 1 tahun terakhir, produk tersebut telah mencatatkan return 1 tahun sekitar 5.4%.

Selanjutnya: Proyeksi IHSG dan Saham Rekomendasi Analis pada Perdagangan Jumat (18/10)

Menarik Dibaca: Promo Padang Merdeka Oktober-November 2024, Gratis Telur Dadar via Digibank

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari