Strategi menerapkan efisiensi dan inovasi



KONTAN.CO.ID -  Persaingan industri penerbangan kian ketat dan tertekan dengan biaya operasional. Tiap perusahaan harus menyiapkan rencana yang matang agar tetap bisa menghasilkan margin yang maksimal. 

Kepada jurnalis KONTAN, Francisca Bertha Vistika, Dendy Kurniawan, CEO AirAsia Indonesia menceritakan langkah efisiensi dan inovasi yang dilakukan AirAsia Indonesia agar tetap bisa bertumbuh.

Awal saya bergabung dengan AirAsia tahun 2014. Kala itu, bisnis Air-Asia Indonesia ada dua, yakni AirAsia dan AirAsia X. Saya menjadi Chief Finance Officer AirAsia X, yakni penerbangan AirAsia jarak jauh.


Kemudian Desember 2014, saya dipercaya untuk menjadi CEO AirAsia X. Pada September 2016, saya ditunjuk menjadi CEO AirAsia, sekaligus waktu itu AirAsia dan AirAsia X digabung menjadi AirAsia Indonesia.

Mandat bagi saya saat itu sederhana, AirAsia di Malaysia dan Thailand sudah menguntungkan. Jadi tugas saya bagaimana bisa membuat AirAsia Indonesia untung dan menjadi perusahaan publik.

Akhirnya pada 2016, kami tutup dengan net operating profit dan akhir 2017 bisa menjadi perusahaan publik.

Hal pertama yang saya lakukan adalah memilih tim yang tepat. Kunci keberhasilannya adalah melakukan penunjukan orang dengan cara duduk bersama antara saya dan pemegang saham.

Dengan begitu, tim yang terbentuk membuat nyaman kedua belah pihak. Berbeda jika penunjukan hanya dari satu pihak, pasti pada akhirnya tidak akan berjalan baik.

Orang-orang yang menjadi tim saya harus punya chemistry (kecocokan) dengan saya. Itu yang paling utama. Buat saya, kalau kemampuan mereka standar tapi kami punya kecocokan, kami bisa berjalan bersama-sama.

Akan tetapi, jika mereka itu sangat pintar, tetapi tidak ada kecocokan dengan tim, pasti orang seperti itu akan berjalan semaunya sendiri.

Setelah membentuk tim, yang saya lakukan adalah menyesuaikan cara kepemimpinan saya. Saya menerapkan bahwa pemimpin harus punya kredibilitas dan berani memutuskan. Percuma jadi pemimpin bila tidak bisa konsekuen.

Berani memutuskan juga menurut saya penting. Bagi saya, tidak memutuskan sesuatu bisa jadi lebih rugi daripada memutuskan sesuatu yang pada akhirnya salah.

Dengan kompetisi yang sangat intens seperti ini, semua harus diputuskan cepat. Dengan catatan, parameternya harus lengkap dan jelas.

Ambil contoh, mau menentukan rute baru harus cepat. Jangan sampai pesaing kita sudah terbang, baru kita ambil keputusan.

Begitu saya memimpin, ada kebijakan yang saya ubah. Dari hal kecil, misalnya terkait rapat. Sebelum saya, rapat direksi dari pagi sampai sore dengan peserta sekitar 40 orang dari jajaran direksi hingga manajer. Menurut saya, itu tidak efektif.

Akhirnya, saya ubah menjadi dua jam saja yang rutin dilakukan seminggu sekali. Yang mengikuti rapat hanya direksi sekitar tujuh hingga delapan orang. Sebelum rapat, mereka harus membawa bahan dan masalah apa yang harus diputuskan.

Jadi, rapat direksi bukan untuk santai-santai dan brainstroming, melainkan menyampaikan masalah yang segera diputuskan.

Efisiensi biaya

Turunannya, tetap ada rapat dengan manajer dan staf lainnya. Namun, rapat dilakukan per divisi yang biasanya setiap sebulan sekali. Dengan begitu, mereka juga bisa mengikuti perkembangan dan lebih efisien dari sisi waktu.

Kebijakan lainnya adalah melakukan efisiensi biaya. Bukan semata-mata memangkas biaya ini itu lalu potong gaji sampai dengan pengurangan karyawan.

Pasalnya, biaya karyawan di bisnis maskapai hanya 10% dari total biaya operasional. Kalau mereka semua diberhentikan, ya hanya berkurang 10% biaya operasional.

Namun, kami coba mengurangi dari biaya lain. Misalnya biaya entertainment yang bisa di-reinmburse. Tidak semua orang punya hak akan biaya ini.

Padahal, biaya ini setahun itu misalnya bisa mencapai Rp 4,8 miliar. Nah, saya tawarkan, bagaimana kalau itu dikumpulkan dan dibagi rata untuk bonus atau kenaikan gaji.

Ternyata mereka setuju. Akhirnya mulai 1 Januari 2017, karena kami bisa untung di 2016, terjadi kenaikan gaji secara massal.

Berbagai cara lain untuk efisiensi kami lakukan karena kunci bisnis low cost carier (LCC) ada di biaya. Pencapaian cost efficienscy AirAsia Indonesia hingga sekarang ini setara dengan Malaysia.

Padahal, pesawat di Malaysia lebih banyak, yakni 90 pesawat dan kami hanya 24 pesawat.

Ada beberapa model efisiensi yang kami terapkan sehingga harga kami bisa lebih murah.

Pertama, kru kami tidak menginap alias tidak disediakan hotel.

Jadi, setelah penerbangan, mereka akan kembali ke kotanya. Mereka justru lebih suka karena bisa lebih sering bertemu dengan keluarganya.

Kedua, utilisasi pesawat kami itu bisa 13 jam. Dipakai atau tidak, pesawat itu kan tetap bayar biaya sewanya.

Ketiga, kami hanya mengoperasikan satu jenis pesawat, yakni Airbus 320, sehingga suku cadang kami hanya satu tipe.

Keempat, kami beroperasi sebagai grup. Mencari pesawat untuk sewa atau beli dalam jumlah banyak jauh lebih irit dibanding maskapai lain yang berdiri sendiri.

Terkait bahan bakar pun, kami melakukan efisiensi dengan cara menghitung betul kecepatan dan rute yang baik. Dengan begitu, hasilnya jauh lebih irit.

Di samping itu, kami juga tetap melakukan hedging. Maklum saja, avtur memakan biaya operasional 35% sampai 40%. Bukan tidak bisa dikendalikan, tetapi harus benar-benar mengendalikan agar tak semua dibebankan ke penumpang.

Selain efisiensi, kami juga melakukan inovasi. Kami ingin penumpang merasa nyaman ketika mencari, membeli, bahkan membayar tiket.

Salah satunya, kami sudah punya aplikasi untuk pembelian tiket Air-Asia. Rencananya, di kuartal II tahun ini, kami juga akan meluncurkan Bigpay, semacam e-wallet yang bukan cuma untuk membeli tiket, tetapi juga untuk pembayaran di merchant yang kerjasama, sekaligus fasilitas penukaran mata uang rupiah ke asing atau sebaliknya. Inovasi ini dari grup AirAsia.

Selain itu, kami akan menerapkan boarding dengan biometrik untuk penerbangan Surabaya ke Johor. Di Johor, ini sebenarnya sudah diterapkan dan untuk Indonesia kami akan coba di Surabaya dulu.

Cara ini akan menghemat waktu untuk boarding dan menghindari kecurangan-kecurangan. Pasalnya, sering sekali ditemui penumpang berangkat dengan identitasnya berbeda.

Dari sisi destinasi, kami juga berinovasi dengan menambah rute baru ke daerah wisata, terutama ke Lombok dan Labuan Bajo.

Harapannya, kedua rute tersebut sudah bisa beroperasi pada bulan April. Sedangkan penerbangan ke luar negeri, harapannya bisa segera mengoperasikan penerbangan ke Vietnam dan India.

Rencananya untuk mendukung ini, kami akan menambah tiga pesawat baru pada 2019. Di 2017 dan 2018 lalu, kami hanya menambah satu pesawat.

Dengan penambahan pesawat ini, harapan kami di 2019 bisa lebih baik lagi dari sisi pendapatan dan keuntungan. Apalagi harga bahan bakar sudah mulai membaik dan rupiah sudah nyaris tembus di bawah Rp 14.000.  

Kami belum bisa memberikan angka pencapaian kami selama tahun lalu. Namun, dengan kondisi di 2018 yang kurang baik lantaran harga bahan bakar dan fluktuasi rupiah, kinerja sedikit di bawah 2017.

Pada 2017 lalu, pendapatan AirAsia Indonesia mencapai Rp 3,82 triliun.        ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga