KONTAN.CO.ID - Untuk mengejar penerimaan perpajakan tahun depan, pemerintah akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan pajak dan cukai. Selain mengusulkan pengenaan cukai baru produk plastik dan menaikkan cukai rokok,
pertama, pemerintah akan mengenakan pajak transaksi perdagangan elektronik atau
e-commerce. "Pajak dari transaksi perdagangan digital bakal menjadi sumber penerimaan baru yang dinamis pada periode mendatang," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, . Apalagi, menurutnya, transaksi
e-commerce lebih mudah dideteksi dibanding perdagangan konvensional.
Dengan langkah itu, dia berharap target penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp 1.609,38 triliun akan tercapai. Target itu naik 9,28% dari proyeksi tahun ini. Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo menambahkan, saat ini sedang dikaji terkait model dan cara transaksi digital seperti apa yang akan dikenakan pajak. Menurutnya, Ditjen Pajak telah memahami pola pergeseran transaksi masyarakat dari konvensional ke
online. "Semoga tak terlalu lama kami bisa definisikan model transaksi dan bagaimana memajakinya," kata Suryo.
Kedua, pemerintah juga mengkaji perubahan batas tarifPPh bagi UMKM, dari saat ini 1% dari omzet Rp 4,8 miliar. "Kami
review threshold itu karena UMKM diberikan
treatment PPh final," katanya. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara menambahkan, dalam kajian pajak
e-commerce, pemerintah akan memastikan kesamaan
level of playing field antara pelaku
e-commerce dengan pelaku usaha konvensional. "Sebagai model bisnis yang baru, kami harus perhatikan
level of playing field termasuk perpajakannya ?" ucapnya. Pemerintah juga berencana penambahan obyek pajak pertambahan nilai (PPN) dan mengkaji penyesuaian
threshold PPN.
Tanpa menyebutkan secara pasti, Suahasil bilang penyesuaian PPN dilakukan karena UU PPN sudah mencantumkan beberapa pengecualian barang dan jasa dari PPN. Contohnya barang hasil pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, juga uang, emas batangan, dan surat berharga. Sementara jenis jasa yang tidak dikenai PPN, di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa pendidikan, dan lain-lain. "Ke depan akan dilakukan kajian apakah pengecualian ini akan tetap dilakukan? Di kebutuhan pokok misalnya," terang Suryo. Sebelumnya Ditjen Pajak Ken Dwijugiasteadi bilang, anggaran pendidikan 20% di APBN saat ini juga tidak kena pajak. Ada kemungkinan pemerintah merevisi kebijakan itu. "Kalau pengeluaran negara Rp 2.000 triliun untuk pendidikan, artinya Rp 400 triliun pajaknya," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini