Strategi Pemprov Jawa Timur Kurangi Angka Kemiskinan Hingga Tersisa Satu Digit



KONTAN.CO.ID - SURABAYA. Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) berupaya menurunkan angka kemiskinan di wilayahnya. Terbaru, Badan Pusat Statistik mencatat angka kemiskinan di Provinsi Jawa Timur per Maret 2024 mencapai 9,79%. Angka tersebut menurun 0,56% dibandingkan periode Maret 2023 di angka 10,35%.

Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono mengaku gembira melihat penurunan kemiskinan di wilayahnya. Menurut dia, penurunan angka kemiskinan ini sejalan dengan kerja keras dari jajaran Pemprov Jatim, pemerintah pusat, kabupaten, kota hingga kerja di tingkat desa kelurahan yang berusaha mengurangi kemiskinan, terutama dalam beberapa tahun terakhir. "Ini merupakan penurunan angka kemiskinan yang sangat tinggi, dan merupakan akumulasi dari beberapa tahun, terutama lima tahun terakhir. Kami berupaya agar kemiskinan di Jawa Timur turun menjadi satu digit. Alhamdulillah ini terjadi," ujar Adhy dalam rilis.

Adhy menerangkan, kunci keberhasilan Pemprov Jawa Timur dalam mengurangi angka kemiskinan ada tiga. Pertama mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin. "Banyak bantuan sosial yang kami upayakan, ada PKH Plus, ada bantuan pangan, ada juga bantuan pangan plus, kemudian ada bantuan asistensi sosial yang kita berikan pada disabilitas,” kata dia.


Baca Juga: Sebanyak 394 Jemaah Haji Wafat di Tanah Suci

Pemprov Jawa Timur juga banyak memberikan bantuan operasional pendidikan, tambahan dari BOS. Selain itu ada juga pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin (Biakesmaskin)dan bantuan dari pemerintah pusat melalui program Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBIJK). 

Strategi kedua yang dilakukan Pemprov Jawa Timur adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dengan berbagai macam bantuan. Baik berupa pemberdayaan ekonomi yang sifatnya langsung, pemberian modal, serta kemudahan akses untuk bisa melakukan kewirausahaan.  "Intervensi yang kami berikan berupa bantuan usaha untuk kelompok usaha bersama (KUBE), juga bantuan untuk wanita rawan sosial ekonomi (WRSE), dan lain sebagainya," jelas Adhy.

Ketiga adalah cara mengurangi wilayah kantong kemiskinan. Khususnya, memperhatikan lingkungannya, mulai dari lingkungan kesehatan dan lingkungan rumah. Salah satu upaya yang dilakukan lewat rehabilitasi rumah tidak layah huni (Rutilahu) melalui kerjasama dengan berbagai pihak. 

"Melalui ketiga strategi yang kami lakukan, Alhamdulillah per Maret 2024 mampu menurunkan angka kemiskinan Jawa Timur hingga 206.120 jiwa. Bahkan, penurunan Jawa Timur ini berkontribusi 30,4% terhadap penurunan angka kemiskinan nasional," papar Adhy.

Baca Juga: HUT ke-78, BNI Gelar Festival Musik dan Hadirkan Inovasi Baru

Terlepas dari pencapaian dalam mengatasi kemiskinan di wilayahnya, Adhy mengaku banyak tantangan yang dihadapi Pemprov Jatim. Tantangan terbesarnya adalah menangani permasalahan wilayah Jatim yang begitu luas dengan memiliki 38 kabupaten dan kota. Menurut Adhy, ini menjadi tantangan besar karena setiap kabupaten dan kota memiliki permasalahan berbeda ada yang kronis, sedang, hingga rendah.

"Yang kedua, persoalannya adalah ketersediaan data yang akurat. Karena ini membuat kami kurang efisien dalam penganggaran. Untuk itu, kami masih memerlukan beberapa data. Selain DTKS sebetulnya, Insya Allah ada data Regsosek yang sudah cukup yang kita bisa olah. Maka kalau ini bisa selesai, sebetulnya tantangan itu semakin berkurang," kata Adhy.

Tantangan lainnya adalah bagaimana mengatur APBD Pemprov Jatim untuk ketersediaan jumlah bantuan sosial di Jatim. "Ini penting karena support dalam APBD sangat dibutuhkan baik untuk perlindungan sosial maupun pemberdayaan ekonomi," terang Adhy.

Adhy menyebut, dirinya ingin sebanyak-banyaknya bisa teranggarkan. "Tapi tentu ada keterbatasan, baik Dana Transfer maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Jatim. Memang seharusnya memerlukan minimal tiga kali APBD, baru kami bisa menyelesaikan dengan cepat," papar dia.

Adhy menjelaskan, program penanganan kemiskinan di Jatim harus memiliki target yang terarah. "Jadi semua program harus targeted. Dimana ketersediaan data dengan multi program yang dibutuhkan harus termapping dengan jelas," tegasnya. Selain itu, dia menyebut, setiap program akan terintegrasi satu sama lain. Misalnya berbasis keluarga, jadi jika keluarga itu miskin akan didata terkait jenjang pendidikannya, ekonominya, lingkungannya, dan lainnya.

"Yang paling nendang sebetulnya adalah integrasi antara program pusat, provinsi dan kebupatan, dan saling simultan," jelas dia. Adhy juga menilai ketersediaan data warga yang terintegrasi juga menjadi faktor penting untuk mengatasi kemiskinan. Hal ini menjadi bagian dari rencana khusus yang dirancang Pemprov Jatim.

Baca Juga: Cerah, Berikut Ramalan Cuaca Besok di Jawa Timur dari BMKG

"Kami berharap Satu Data Jawa Timur yang ada sekarang bisa di-integrasikan dengan database yang lebih luas lagi. Termasuk data yang lain, DTKS, data depodik, dan data-data lainnya, sehingga bisa ditentukan targetnya," kata Adhy. Dia berharap, pada tahun 2025, data-data tersebut bisa memetakan prioritas dan kewajiban provinsi. Jadi, ada cross-cutting issue dari data tersebut, maka strategi program penolongan kemiskinan akan bisa dilaksanakan dengan lebih cepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana