KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan menggunakan data
tax amnesty 2016 untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada 2022. Maklum penerimaan perpajakan tahun depan naik 8,37% hingga 8,42% dari
outlook akhir tahun ini atau setara dengan Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun. “Kami menerima dan juga termasuk yang tadi disampaikan untuk menggunakan data
tax amnesty (tahun 2016),” kata Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (8/6).
Sejalan dengan rencana tersebut, pemerintah sebenarnya telah mengajukan revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang rencananya dibahas oleh pemerintah dan parlemen di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam Program Legislas Nasional (Prolegnas) 2021.
Baca Juga: Menakar dampak penerapan PPN hasil pertambangan emas terhadap kinerja emiten Dalam draf revisi UU KUP yang dihimpun Kontan.co.id, pemerintah akan menggelar pengampunan pajak yakni ditujukan kepada WP peserta
tax amnesty 2016-2017. Mereka dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. Harta yang diperoleh para alumni
tax amnesty tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Nantinya, dalam program pengampunan pajak teranyar, penghasilan WP terkait dikenai Pajak Penghasilan (PPh) final. Tarif yang berlaku yakni sebesar 15%. Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. Selain itu mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi.
Baca Juga: Ini keuntungan alumni peserta tax amnesty dari program pengampunan pajak Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan akan meningkatkan penerimaan perpajakan dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dan memperluas basis cukai yang akan dilakukan secara hati-hati, sebab cukai merupakan instrumen yang sangat penting untuk mengendalikan konsumsi. “Perluasan basis cukai tentu kita juga akan tetap dilakukan secara dan berhati-hati karena cukai memang instrumen yang sangat penting untuk mengendalikan konsumsi namun bisa juga kemudian dilihat sebagai sumber penerimaan negara," ucap Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli