KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 terbukti telah berdampak pada hampir semua sektor. Tak terkecuali sektor fashion. Salah satu startup fashion tersebut adalah Arane Ecoprint asal Yogyakarta. CEO Arane Ecoprint, Elsana Bekti Nugroho, mengatakan, pandemi covid-19 berpengaruh pada penjualan produknya. Sebelumnya omzet yang bisa didapatkan Arane dapat mencapai Rp 25 juta sampai Rp 50 juta per bulan. Namun, semenjak adanya pandemi pendapatan tersebut berkurang. "Termasuk di Arane omzet kita boleh dibilang berkurang sampai 60 persen," kata pria yang kerap disapa Elsen kepada Kontan, Kamis (29/4).
Elsen menceritakan, omzet yang didapat Arane bisa mencapai lebih dari angka tersebut sebelum pandemi. Kenaikan omzet itu biasanya didapat ketika Arane mengikuti pameran yang notabene merupakan event offline di Jakarta.
Baca Juga: Matahari Putra Prima (MPPA) bakal perkuat digital, right issue dan tambah gerai Namun hal ini berbeda ketika memasuki pandemi. Karena pameran offline dapat dikatakan berkurang atau bahkan ditiadakan. "Mungkin lebaran (omzet) harapannya naik. Separuh dari omzet biasanya berkurang karena expo pameran ngga ada, karena kita offline di Jakarta itu lumayan bisa jadi kita panen omzet," ujar dia. Meski begitu, pria lulusan Universitas Gadjah Mada ini tak patah arang. Saat ini Arane fokus untuk mengembangkan pasar digital. "Saya fokus di online sekarang. Saya berharap kontribusi penjualan online bisa mencapai 70 persen dari total penjualan," terang dia. Lebih lanjut Elsen menuturkan, target konsumen Arane sebagian besar merupakan wanita karir rentang usia 24 tahun sampai 40 tahun, menetap di wilayah urban, dan tertarik pada healthy lifestyle atau green lifestyle. "Customer kami 60 persen wanita dan 40 persen pria. Tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Bali dan Surabaya," tutur dia. Elsen menuturkan, kekuatan dari Arane yakni punya produk tematic series. Artinya, produk ecoprinting yang didapat dari akar, daun atau batang dari tumbuhan mengikuti musim tanaman yang sedang tumbuh. Sebagai informasi, ecoprint merupakan teknik membubuhkan motif yang dapat berasal dari akar, batang, atau daun tumbuhan. Kemudian dikukus dengan pemanasan. Nantinya, akan terekstrak atau terserap dalam kainnya.
Baca Juga: BRI Microfinance Outlook untuk Pengembangan Sektor Keuangan Mikro dan UKM Indonesia Misalnya, Jatia Series merupakan produk yang menggunakan daun Jati sebagai pewarna atau motif pada kainnya. Kemudian lana series yang menggunakan daun tanaman lanang dalam proses ecoprinting. Setiap varian memiliki top wanita, kemeja atasan, blus, dress dan aksesoris seperti tas. Ia menceritakan, semua pasokan bahan baku berasal dari lokal. Daun atau bagian tanaman yang digunakan dalam teknik ecoprinting berasal dari Sleman. Hal ini untuk mendapat hasil yang optimal dalam proses ecoprinting. "Kebanyakan tanaman yang mengandung medical properties atau manfaat kesehatan," ujar dia.
Berawal dari kesulitan
Elsen menceritakan, awal mula ide untuk merintis usaha Arane karena ketertarikannya pada batik namun unik dari produk umumnya. Kemudian, dirinya mulai belajar pada mentornya yang berasal dari Austria dan Australia pada 2016 lalu. Setelah melakukan proses uji coba, dirinya bertekad untuk memulai usaha pada 2017 lalu. Tidak bergerak sampai disitu, dirinya mengikuti sejumlah kompetisi pengusaha muda. Berawal dari kompetisi salah satu anak perusahaan perbankan di Indonesia, Elsen berhasil menjadi juaranya.
Setelah itu, sejumlah kompetisi pun diikutinya. Hingga pada tahun 2020, Arane Ecoprint terpilih menjadi salah satu pemenang dalam kompetisi Anugerah Bangga Buatan Indonesia. Berbagai pameran pun diikutinya. Seperti pada event Inacraft, Rafina, Gebyar Batik Nusantara dan sejumlah pameran yang digelar di Jakarta Convention Center. "Ecoprinting jadi vocal point nya. Kita ada di slow fashion mengusung tema localism," tutur Elsen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli