Strategi-strategi moneter kuatkan otot rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memberi sinyal kuat untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) pada rapat dewan gubernur (RDG) yang berlangsung 27–28 Juni 2018. Langkah ini salah satu strategi mengatasi pelemahan rupiah yang kembali terjadi pasca kenaikan suku bunga acuan Amerika serikat (AS).

Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bertengger di level Rp 14.102 pada Jumat (22/6). Nilai itu turun tipis dari sehari sebelumnya di level Rp 14.090 per dollar AS, tapi anjlok bila dibandingkan sebelum penutupan pasar jelang libur Lebaran pada 7 Juni 2018, yaitu Rp 13.868 per dollar AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, BI akan mengambil kebijakan pre-emtive atau menyerang demi stabilitasi pasar keuangan. Pasalnya, bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan menaikkan suku bunga hingga empat kali pada tahun ini. "Risiko di pasar keuangan masih cukup tinggi. Kebijakan yang pre-emptive berupa kenaikan suku bunga akan diputuskan dalam RDG yang akan datang. Ini guidance jelas, ujar Perry, Jumat (22/6).


Perry yakin kenaikan BI7DRRR jadi strategi tepat seperti sebelumnya. Bulan lalu, bunga acuan BI naik dua kali dari 4,25% menjadi 4,75%. Hal itu berhasil mendorong investor asing kembali masuk ke pasar domestik. Kebijakan pre-emtive juga akan ditempuh dengan relaksasi aturan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR). Rencananya pelonggaran LTV diberikan untuk produk dari developer yang berpengalaman dan memiliki jumlah proyek tertentu dan tak bermasalah.

BI juga tetap akan gencar menggelar operasi moneter. BI akan terus berada di pasar sekunder membeli surat berharga negara (SBN) yang dilepas investor. BI juga akan tetap melanjutkan lelang fx swap sebanyak tiga kali seminggu untuk memastikan bahwa suplai dollar cukup.

Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya berpendapat, BI tidak seharusnya memberi tahu hasil RDG pada pekan depan. Pasalnya, kondisi pasar keuangan sebelum dan sesudah RDG belum tentu sama. "Kenaikan suku bunga acuan harus memperhatikan posisi kurs rupiah sehari (H-1) atau dua hari (H-2) sebelum RDG. Kalau memang masih melemah hingga Rp 14.200, bunga acuan layak dinaikkan," terang Berly.

Ekonom PT Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, BI7DRRR sudah layak naik. Pasalnya, The Fed yang menjadi acuan investor global sudah menaikkan suku bunga. "Kebijakan yang pre-emptive diperlukan karena kita sangat tergantung investor global guna membiayai defisit transaksi berjalan," katanya.

Apalagi sejak 2012, transaksi berjalan Indonesia terus defisit. Bahkan pada triwulan I-2018, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 5,54 miliar, melesat dua kali lipat dibanding kuartal I-2017 yang hanya sebesar US$ 2,16 miliar.

ghina, dewo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie